Baca Koran Jambi Ekspres Online

Dorong Percepatan Hilirisasi Riset Unggulan, Wamendikti Saintek Apresiasi Inovasi ITS

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendikti Saintek) Prof. Stella Christie saat berdiskusi dengan civitas academica ITS --

SURABAYA, JAMBIEKSPRES.CO– Dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menargetkan perguruan tinggi sebagai motor utama hilirisasi riset strategis nasional.

Fokus ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Stella Christie, dalam kunjungan kerjanya ke Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya.
Kunjungan tersebut menjadi bagian dari rangkaian strategi kementerian untuk mengintegrasikan hasil-hasil riset unggulan dengan kebutuhan industri dan pasar, sekaligus menciptakan ekosistem inovasi yang lebih adaptif dan berdampak.
Dalam sesi dialog dan peninjauan fasilitas, Prof. Stella mengapresiasi beragam inovasi yang telah dihasilkan oleh ITS, termasuk pengembangan motor listrik berbasis riset lokal, serta proyek-proyek robotika dan teknologi kelautan.

“Apa yang dilakukan ITS mencerminkan potensi luar biasa dari perguruan tinggi kita. Yang kini menjadi tantangan adalah bagaimana hasil riset ini tidak berhenti di laboratorium, tetapi bisa menjadi solusi nyata bagi masyarakat dan industri,” ujar Stella.
Menurutnya, ITS memiliki posisi strategis karena menggabungkan kekuatan akademik dengan semangat kewirausahaan teknologi.

“Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan jejaring industri yang kuat, ITS bisa menjadi contoh bagaimana kampus menjadi penggerak ekonomi berbasis riset,” tambahnya.
Menjawab tantangan pembiayaan riset, Prof. Stella menjelaskan bahwa pemerintah telah mengalihkan model pendanaan dari sistem tradisional berbasis APBN ke skema baru yang lebih fleksibel dan kompetitif melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
“Tahun ini, kami mengalokasikan Rp1,8 triliun khusus untuk kemitraan riset perguruan tinggi. Skema ini berbasis insentif dan hibah langsung kepada peneliti, sehingga lebih responsif terhadap kebutuhan lapangan dan lebih cepat dalam implementasi,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pendekatan baru ini tidak hanya mendorong produktivitas riset, tetapi juga mempercepat proses hilirisasi karena didesain untuk mendorong kolaborasi dengan mitra industri.
Selain dukungan finansial, Prof. Stella juga menyoroti pentingnya menciptakan iklim kompetisi ilmiah yang sehat di kalangan peneliti dan mahasiswa.

Ia mengusulkan lahirnya open science competition atau kompetisi sains terbuka sebagai wadah menyalurkan ide-ide inovatif dan mempercepat alih teknologi.
“Inovasi tidak bisa dipaksakan. Ia tumbuh dari kompetisi, dari semangat untuk berbuat lebih baik, lebih efisien, dan lebih relevan. Kita butuh ruang untuk itu,” katanya.
Dalam kunjungannya, Prof. Stella juga menghadiri Workshop for Women in Science Grassroots in Indonesia 2025, sebuah acara yang bertujuan memperkuat peran ilmuwan perempuan dalam riset dan kebijakan publik.

Acara ini merupakan kolaborasi ITS dengan Organization for Women in Science for the Developing World (OWSD) Indonesia, yang berada di bawah naungan UNESCO.
“Kesetaraan gender dalam sains bukan hanya isu moral, tapi juga soal produktivitas dan keberlanjutan ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan perempuan kita yang punya potensi luar biasa, dan mereka perlu mendapatkan panggung yang layak,” tegasnya.
Menanggapi kunjungan tersebut, Prof. Agus Muhammad Hatta, Wakil Rektor IV ITS, menyambut baik dukungan pemerintah pusat.

Ia menyebut momentum ini sebagai titik penting untuk menguatkan sinergi antara kementerian dan perguruan tinggi dalam mengembangkan ekosistem riset yang produktif dan berdampak.
“ITS sudah memiliki empat klaster inovasi utama: kemaritiman, teknologi informasi dan robotika, otomotif, dan industri kreatif. Semua ini telah menghasilkan sejumlah produk siap pakai yang menunggu diserap oleh industri,” terang Prof. Agus.
Namun demikian, ia mengakui adanya tantangan struktural, terutama terkait keterbatasan sumber daya manusia.

“Jumlah dosen kami saat ini sekitar 1.100 orang. Itu masih relatif kecil jika dibandingkan dengan PTN-BH lain. Tapi kami bangga karena produktivitas riset per dosen sangat tinggi,” ujarnya.
ITS, lanjutnya, juga berkomitmen untuk terus membuka ruang bagi generasi muda melalui peningkatan akses pendidikan dan perluasan jaringan kemitraan nasional maupun internasional.
Dengan semangat kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri, langkah-langkah strategis seperti yang dicontohkan di ITS menunjukkan arah baru pembangunan sains dan teknologi di Indonesia.

Hilirisasi bukan lagi jargon, tetapi menjadi strategi nyata menuju ekonomi berbasis pengetahuan yang berkelanjutan dan inklusif.
“Riset unggulan hanya akan bernilai bila bisa diakses masyarakat. Tugas kita adalah menjembatani laboratorium dengan dunia nyata,” tutup Prof. Stella. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan