Bercak Putih pada Gigi Bisa Jadi Tanda Awal Gigi Berlubang
Dokter Gigi Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) drg. Desandra Puspita saat melakukan sesi bincang-bincang di RSUI Depok.--
DEPOK, JAMBIEKSPRES.CO-Dokter Gigi Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), drg. Desandra Puspita, mengingatkan masyarakat untuk tidak mengabaikan munculnya bercak putih pada permukaan gigi.
Menurutnya, kondisi tersebut bukanlah tanda gigi yang sehat, melainkan gejala awal terjadinya karies atau gigi berlubang.
“Banyak orang mengira bercak putih itu menandakan gigi semakin kuat atau bersih. Padahal, justru itu merupakan tanda awal demineralisasi, di mana permukaan gigi mulai kehilangan mineral penting dan menjadi lebih rapuh,” jelas drg. Desandra dalam bincang-bincang bersama ANTARA di RSUI, Depok.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proses terjadinya gigi berlubang dimulai dari kerusakan lapisan terluar gigi, yaitu email, akibat paparan asam dari bakteri yang memetabolisme sisa makanan—terutama gula dan karbohidrat.
Menurut drg. Desandra, setelah munculnya bercak putih, kerusakan gigi bisa berlanjut apabila tidak segera ditangani.
Bercak putih yang dibiarkan lama-lama akan berubah warna menjadi cokelat, menandakan bahwa lapisan kedua gigi, yakni dentin, mulai terdampak.
“Jika sudah masuk ke lapisan dentin, sensitivitas gigi biasanya mulai muncul. Pasien mulai merasa ngilu atau nyeri ringan saat makan dan minum, terutama yang panas, dingin, atau manis,” ujarnya.
Pada tahap lebih lanjut, perubahan warna bisa menjadi abu-abu atau bahkan kehitaman.
Hal ini menunjukkan bahwa lubang sudah semakin dalam dan besar, bahkan bisa mencapai pulpa, yaitu jaringan saraf di bagian tengah gigi.
Bila sudah sampai ke tahap ini, pembengkakan dan rasa nyeri hebat bisa terjadi.
drg. Desandra menegaskan bahwa tidak semua gigi berlubang harus dicabut. Tindakan medis akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.
“Kalau kerusakan masih di tahap awal, gigi masih bisa dipertahankan dengan perawatan sederhana seperti penambalan. Tapi jika lubang sudah terlalu dalam dan mencapai saraf, maka perawatan saluran akar atau root canal treatment perlu dilakukan,” jelasnya.
Namun, jika struktur gigi sudah terlalu rusak dan tidak bisa lagi diselamatkan, maka pencabutan menjadi opsi terakhir.
Setelah pencabutan, pasien bisa dipertimbangkan untuk pemasangan gigi tiruan atau implan, agar fungsi kunyah dan estetika tetap terjaga.
Tak hanya menimbulkan rasa sakit, gigi berlubang juga bisa berdampak pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Salah satu keluhan umum yang sering dirasakan pasien adalah ketidaknyamanan saat makan dan mengunyah makanan.
“Kalau lubangnya dalam dan menyentuh akar, pasien jadi sulit makan, terutama makanan berserat atau keras seperti daging. Ini bisa menyebabkan asupan nutrisi terganggu,” ujar drg. Desandra.
Selain itu, lubang pada gigi juga berpotensi menimbulkan bau mulut yang tidak sedap. Hal ini disebabkan oleh sisa makanan yang terperangkap dalam lubang dan membusuk di dalam mulut.
Di sisi lain, jika gigi yang berlubang terletak di bagian depan dan akhirnya harus dicabut, hal ini bisa berdampak pada kepercayaan diri dan fungsi berbicara.
“Beberapa pasien merasa pelafalan mereka jadi terganggu. Apalagi kalau gigi depan yang hilang, bisa berpengaruh ke cara mengucapkan huruf-huruf tertentu,” tambahnya.
drg. Desandra mengimbau masyarakat untuk lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulut, termasuk melakukan pemeriksaan gigi rutin setidaknya setiap enam bulan sekali.
Ia juga menekankan pentingnya edukasi sejak dini tentang cara menyikat gigi yang benar dan mengurangi konsumsi makanan manis.
“Pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati. Dengan menjaga kebersihan mulut sejak dini, kita bisa mencegah kerusakan gigi yang lebih serius di masa depan,” tutupnya. (*)