Kini Tak Lagi Sendiri dan Tembus Dunia

PRODUK KOPI: Keluarga dari Supriyadi produk kopi dari UMKM Lestari Kopi yang kini dipasarkan untuk pasar domestik. --

Cerita Sukses Lestari Kopi, Rejang Lebong, Bengkulu

DALAM dingin senja bergerimis di kaki Bukit Barisan Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, Supriyadi menyuguhkan kopi hasil produksinya dengan sepiring jagung, kacang dan ubi rebus hangat, saat kami berkunjung ke rumah produksi kopi miliknya.

"ALHAMDULILLAH saya bertemu orang baik, Bank Indonesia membantu saya tumbuh sampai masuk ke pasar dunia, setelah sebelumnya nyaris bangkrut," kata Pemilik UMKM Bengkulu, Lestari Kopi Supriyadi (55) menceritakan kisahnya berjuang menjadi pengusaha kopi yang kini produknya telah masuk pasar dunia.

Supriyadi mulai mengisahkan perjuangannya yang tidak mudah menjadi pengusaha kopi; bagaimana ia awalnya bermimpi, berjuang, terpuruk dan bangkit kembali dari titik nol sebagai UMKM kopi yang kini dikenal di Bengkulu bahkan pasar dunia.

Ia memulai perjalanannya pada 2012, Supriyadi tak memiliki apa-apa, tidak ada pekerjaan kala itu, dia pun memutuskan memulai usaha kecil-kecilan untuk memenuhi nafkah dengan berjualan kerupuk dan marning (makanan olahan biji jagung goreng). Namun usahanya tersebut menemui kegagalan.

Tak patah arang, Supriyadi melihat potensi sekitar lingkungan tempat tinggalnya, di sana menjadi sentra pertanian kopi, topografi dan cuaca membuat Kecamatan Sindang Dataran yang berada di perbukitan sangat cocok untuk perkebunan kopi.

Supriyadi melihat peluang mengolah produksi kopi petani setempat menjadi bubuk untuk dijual ke warung-warung, ia mencoba mengolah biji kopi jadi bubuk. Belajar sendiri dengan keterbatasan wawasan dan alat yang seadanya, Supriyadi memulai usahanya.

Karena keterbatasan wawasan dan keilmuan dirinya bahkan sempat salah teknik, alih-alih memanggang, pada awal usahanya Supriyadi malah menggoreng biji kopi.

Bulan-bulan pertama, kopi bubuk buatannya hanya laku Rp14.000. Tak putus asa, Supriyadi pun mengemas ulang produk dan menitipkan ke warung-warung sekitar dengan pesan sederhana, “Kalau laku, baru dibayar. Kalau tidak, biar diminum sendiri sama pemilik warung."

Baru di tahun kedua dan ketiga usaha yang belakangan dia namakan Lestari Kopi mulai tumbuh untuk pasar terbatas, baru warung-warung sekitar. Belum sempat tumbuh jadi UMKM berdaya, ujian malah datang pada 2016, seluruh peralatan produksi dan stok kopi Supriyadi raib digondol pencuri.

Usahanya nyaris berhenti total, Supriyadi harus memulai dari nol kembali. Kemudian, titik terang datang, Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu memutuskan untuk membina Lestari Kopi agar dapat bertumbuh menjadi UMKM yang mampu berbuat di pasar domestik maupun internasional.

Dari sanalah bagi Supriyadi segalanya jadi berubah. Dia mendapatkan segalanya yang ia butuhkan dalam membangun usaha olahan kopinya. Pada 2017, Supriyadi mendapatkan bantuan mesin roasting, pulper, dan huller untuk mengolah kopi secara profesional.

Pada 2019, Bank Indonesia juga melanjutkan bantuan dengan membangun delapan rumah jemur kopi bersama kelompok petani di desanya, lengkap dengan pelatihan pasca-panen dan peningkatan kualitas produk.

Tak lengkap hanya bantuan peralatan saja, Bank Indonesia kemudian juga memberikan pembinaan mulai dari pengolahan perkebunan, metode petik kopi, penjemuran, pengolahan pasca-panen, pengemasan hingga pemasaran.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan