Baca Koran Jambi Ekspres Online

Komisi X DPR Desak Kemendikdasmen Segera Realisasikan Putusan MK Soal Pendidikan Gratis di Sekolah Swasta

Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyampaikan pesan kunci dalam kegiatan Advokasi Optimalisasi Fungsi Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan --

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Komisi X DPR RI mendesak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk segera merealisasikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan pembebasan biaya pendidikan bagi sekolah swasta di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP).
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menekankan bahwa pemerintah tidak bisa lagi menunda implementasi putusan MK yang mewajibkan negara—baik pemerintah pusat maupun daerah—untuk menjamin pendidikan dasar tanpa biaya, termasuk di sekolah swasta.
“Walaupun kami memberikan keleluasaan kepada Mendikdasmen untuk menerjemahkan putusan MK, tentu tetap harus ada anggaran yang disiapkan untuk mendukung pelaksanaannya,” kata Hetifah dalam rapat kerja bersama Kemendikdasmen di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (26/8).
Hetifah mengungkapkan bahwa pagu anggaran Kemendikdasmen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 hanya sebesar Rp55 triliun atau sekitar 7 persen dari total anggaran fungsi pendidikan.

Menurutnya, nominal tersebut jauh dari cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan program Kemendikdasmen, termasuk pembiayaan sekolah swasta yang terdampak langsung oleh putusan MK.
“Hari ini kita menerima pagu indikatif Rp55 triliun untuk tahun 2026. Tapi itu sangat tidak mencukupi untuk memenuhi berbagai kebutuhan strategis, terutama pembiayaan satuan pendidikan swasta yang menjadi bagian dari wajib belajar,” ujarnya.
Menanggapi desakan tersebut, Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen Suharti menyatakan bahwa pihaknya masih terus memproses tindak lanjut dari putusan MK, termasuk berkoordinasi lintas kementerian dan lembaga terkait.
“Kami sedang membahas berbagai opsi implementasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), bersama Kementerian Agama, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kantor Staf Presiden,” kata Suharti.
Salah satu skenario yang tengah dikaji adalah penambahan jumlah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah swasta serta pemberian insentif berupa gaji bagi guru di sekolah swasta.

Menurut Suharti, komponen gaji guru merupakan pembeda utama antara sekolah negeri dan swasta dalam konteks pembiayaan pendidikan.
“Kami menggunakan istilah 'gaji' karena di sekolah negeri guru digaji oleh negara, sementara di sekolah swasta tidak. Ini yang menjadi tantangan utama dalam menyamakan standar pembiayaan,” jelasnya.
Ia menambahkan, seluruh opsi yang tengah dibahas masih berada dalam tahap simulasi dan kalkulasi fiskal bersama Kementerian Keuangan.

Pemerintah daerah pun, lanjut Suharti, diharapkan ikut berperan dalam memastikan pelaksanaan wajib belajar tanpa pungutan ini dapat berjalan secara adil dan merata.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi pada Selasa (27/5/2025) telah mengabulkan permohonan uji materi terkait Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” menimbulkan multitafsir dan berpotensi diskriminatif terhadap peserta didik di sekolah swasta.
MK kemudian menyatakan bahwa frasa tersebut bertentangan dengan konstitusi dan mengubahnya menjadi:
"Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat."
Putusan ini secara hukum mewajibkan negara untuk memastikan tidak ada perbedaan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta dalam hal pembiayaan pendidikan dasar.
Meskipun putusan MK bersifat mengikat dan final, implementasinya tidak serta-merta mudah dilakukan.

Pemerintah harus menyiapkan mekanisme pembiayaan yang komprehensif serta menghindari beban anggaran yang berlebihan di tengah keterbatasan fiskal.
Komisi X DPR menegaskan bahwa pelaksanaan putusan MK ini menjadi tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan dan harus menjadi prioritas dalam perencanaan anggaran pendidikan nasional. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan