Baca Koran Jambi Ekspres Online

Pesantren Kini Punya Dapur Gizi Sendiri, Wujud Baru Merawat Santri Sehat dan Cerdas

Direktur Pesantren Kementerian Agama Basnang Said.--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Dunia pesantren terus bergerak mengikuti zaman. Tak hanya sebagai pusat pembelajaran agama, kini banyak pondok pesantren yang juga menjadi pionir dalam pemenuhan gizi santri.

Setidaknya 40 pesantren di Indonesia telah memiliki Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) — sebuah langkah nyata untuk mendukung program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG).

Langkah ini disampaikan oleh Direktur Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), Basnang Said, dalam pernyataannya pada Rabu (24/9) di Jakarta.

“Alhamdulillah, sampai saat ini sudah ada 40 titik pesantren yang memiliki SPPG,” ungkap Basnang.

Menurutnya, keberadaan dapur gizi ini bukan hanya soal mengisi perut santri.

Lebih dari itu, ini adalah investasi jangka panjang untuk membentuk generasi yang sehat, kuat, dan cerdas — pondasi penting bagi masa depan bangsa.

“Makanan bergizi itu bukan hal sepele. Ia adalah bagian dari perjuangan merawat masa depan. Ini selaras dengan semangat Hari Santri, yang tak hanya menjaga tradisi keilmuan, tapi juga memperhatikan kesejahteraan para santri,” tambahnya.

Menariknya, bagi pesantren yang selama ini menerapkan sistem berbayar untuk makan santri, dana makan siang nantinya akan dialihkan untuk memperkaya kegiatan ekstrakurikuler — seperti seni, olahraga, hingga keterampilan digital.

“Kami ingin santri tumbuh seimbang, cerdas secara ilmu, sehat fisik, dan kaya pengalaman di luar kelas,” jelas Basnang.

Di tengah upaya memperkuat gizi dan pendidikan, Kementerian Agama juga menegaskan kembali posisi strategis pesantren sebagai benteng moral bangsa, terlebih menjelang Hari Santri 2025.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Suyitno, menyatakan bahwa pesantren merupakan tempat lahirnya nilai-nilai toleransi dan moderasi.

Ia juga menepis anggapan yang menyudutkan pesantren terkait isu ekstremisme.

“Kitab kuning dan tradisi pesantren itu sangat inklusif. Kalau ada yang menunggangi pesantren untuk kepentingan ekstrem, itu justru bertentangan dengan nilai asli pesantren,” tegasnya.

Suyitno juga mencatat bahwa kini pesantren telah masuk dalam era digitalisasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan