Baca Koran Jambi Ekspres Online

Diberi Nama Kopi Canaya, Pengeringannya Andalkan Panas Matahari

SIAPKAN KOPI: Barista menyiapkan kopi hasil proses pengeringan panas bumi di Kedai Kopi Ecovil di Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/9/2025). FOTO: ANTARA/FERI PURNAMA --

Adu Saing Kopi Hasil Geotermal Kamojang di Pasar Ekspor

Kopi yang disajikan itu bernama Canaya, nama yang unik, tapi bukan nama orang melainkan produk kopi yang  diproduksi oleh anak muda bernama Moh Ramdan Rezausia. 

---

AROMA khas kopi yang tercium nikmat itu disajikan secara apik tanpa gula dalam gelas kaca  di sebuah kedai bernama Ecovil yang berada di kawasan kaki Gunung Kamojang, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Kopi yang disajikan itu bernama Canaya, nama yang unik, tapi bukan nama orang melainkan produk kopi yang  diproduksi oleh anak muda bernama Moh Ramdan Rezausia. Pria berusia 34 tahun yang dikenal dengan nama panggilan Deden memang mendedikasikan hidupnya untuk berbisnis kopi.

Kopi Canaya itu berbeda cara pengolahannya dibandingkan dengan kopi lainnya. Kopi itu dikeringkan melalui metode Geothermal Coffee Process (GCP), yang memanfaatkan uap buangan dari steam trap panas bumi sebagai sumber panas alternatif pertama di dunia.

BACA JUGA:Pariwisata, Emas Hitam dan Nikmatnya Seduhan Kopi

BACA JUGA:H A Khafidh: Merangin Usulkan Pengembangan Perkebunan Kopi, Pada Rakornas Percepatan Hilirisasi Komoditas

Metode itu bisa diterapkan di sekitar pipa pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dikelola PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang. 

Sebuah inovasi program CSR PT PGE yang  dirintis sejak tahun 2018 itu kini bisa melahirkan produk kopi Canaya, Nama produk itu sejak 2023  dipromosikan untuk adu saing keistimewaannya dengan kopi lain yang proses pengeringannya mengandalkan panas matahari.

Deden berani membawa kopinya itu bersaing di pasar ekspor dengan mengedapankan metode pengeringannya yang hanya ada satu di dunia, yang cara pengolahannya memanfaatkan energi panas bumi.

Keberadaan metode pengeringan yang unik itu oleh Deden diabadikan dalam nama produknya, Canaya. Kata itu merupakan gabungan dua kata dalam bahasa Sunda, yaitu can (belum) dan aya (ada), yang saat digabungkan menjadi canaya (belum ada).

Itu merujuk pada fakta bahwa pengeringan kopi dengan energi panas bumi yang dilakukan Deden belum ada ditemukan di mana pun selain di Kamojang. 

"Saya yang memberi nama Canaya. Belum ada kopi yang pengolahannya menggunakan metode pengeringan geotermal," kata Deden saat berbincang-bincang di Geothermal Dry House di Kamojang, Bandung, suatu pagi di akhir September.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan