Ikut Anastasia
Oleh : Dahlan Iskan--
Karakter periang dia bawa ke Shanghai. Dia bukan gadis pemalu. Anastasia sangat pede. Pun di kelas.
Setiap guru mengajukan pertanyaan Anastasia unjuk jari. Kalau guru memeragakan sesuatu lewat tangan, Anastasia menirukan. Dia jadi bintang kelas.
"Siswa di sini mirip di Indonesia. Kalau dipancing apakah ada pertanyaan, tidak ada yang bertanya," ujar Anastasia. "Saya selalu bertanya setiap ada kesempatan bertanya," tambahnyi.
Anastasia pun sering diminta jadi asisten guru.
Dari situlah Anastasia mendapat tawaran beasiswa dari Shanghai: untuk kuliah menjadi guru musik. Sampai S-1.
--
Anda sudah tahu: menjadi guru musik tidak hanya harus pandai musik. Juga harus pandai mengajar.
Sayang, saya bukan Liang: tidak bisa banyak mengajukan pertanyaan tentang musik.
Rasanya saya begitu ingin panggil Liang agar bergegas ikut makan dengan Anastasia malam itu. Lalu sebentar-sebentar saya sepak kakinya. Agar ia terus bertanya kepada Anastasia.
Intinya: jadilah Anastasia guru yang periang. Guru kesukaan para murid. Guru yang bisa membangkitkan gairah anak-anak yang lagi malas-malasan.
Dia ajak anak-anak itu bermain. Dia ajak duduk bersama. Kalau perlu sampai rebahan. Lalu dia perbanyak body-music –entah benar atau salah istilah ini. Yang benar: body percussion.
Maksud saya: Anastasia aktif menggerakkan kedua tangannyi, memukul-mukulkannyi ke bagian lain tubuhnyi, melantunkan bunyi dari mulutnyi –bunyi yang bernada– beda bagian tubuh yang disentuh beda bunyi dan nadanya.
Saya pun minta Anastasia berdiri. Saya minta dia memeragakan caranyi mengajar dengan body percussion itu.
Dia pun berjunggit dari kursi. Bikin gerakan dinamis dengan kedua tangan. Menyentuh banyak bagian tubuh. Mulutnyi mengeluarkan not dan nada lagu: Yam Korambe dari Papua. Saya terpana. Saya lupa memvideokannya.
Dia memang pernah mengomposeri Yam Korambe di Shanghai. Dia gabung dengan musik klasik. Dia tampilkan saat dipercaya naik panggung pertunjukan.