Petani Sayuran Sudah Miliki Kompetensi Gunakan Teknologi Digital
PANTAU CUACA: Petani memantau cuaca melalui aplikasi gawainya di Desa Tambak Baya, Lebak, Banten.--
Kelima adalah level tertinggi yaitu petani yang menggunakan smartphone dengan memanfaatkan berbagai aplikasi baik media sosial maupun non-media sosial untuk meningkatkan produksi dan pemasaran pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata petani responden yang luasannya sekitar 1/4 ha berpenghasilan Rp4,2-juta rupiah per bulan. Penghasilan paling kecil Rp1,3-juta dan penghasilan paling tinggi Rp9,2-juta per bulan.
Dari satu komoditas sayuran, petani dapat memperoleh tambahan pendapatan rumah tangga (ceteris paribus) sebesar Rp 133.000 per bulan jika petani dapat meningkatkan satu level penggunaan telepon seluler untuk kegiatan usahatani.
Petani juga dapat menambah pendapatannya sebesar RP 170.000 per bulan jika petani dapat meningkatkan satu level penggunaan telepon seluler untuk kegiatan penjualan hasil pertanian.
Bahkan petani dapat meningkatkan pendapatan 5 kali lipat jika mampu beralih dari level dasar ke level tertinggi, yaitu penggunaan smartphone dengan berbagai aplikasi lengkap.
Hal ini menggarisbawahi peluang ekonomi luar biasa yang terbuka melalui integrasi TIK di bidang pertanian.
Hasil penelitian menemukan kompleksnya permasalahan rumah tangga pertanian untuk membuat keputusan yang dilematis antara peningkatan harga jual dan produktivitas, termasuk menurunkan biaya input produksi.
Jika produktivitas regional/nasional meningkat maka akan terjadi oversupply komoditas pertanian dan selanjutnya harga jual akan turun. Namun demikian, trade-off ini merupakan bagian integral dalam mencapai tujuan utama yaitu meningkatkan pendapatan rumah tangga petani skala kecil.
Penelitian juga menemukan ukuran besaran peningkatan produktivitas yang dibutuhkan untuk menurunkan biaya produksi tanpa menurunkan harga jual sehingga usaha tani efektif dan efisien.
Berperan Penting
Penggunaan smartphone untuk keperluan aktivitas pertanian memainkan peranan yang penting untuk pembangunan pertanian. Pengambil kebijakan dapat menjadikan literasi TIK dan level penggunaan telepon seluler sebagai katalisator.
Pengambil kebijakan dapat mulai mempromosikan literasi TIK dan optimalisasi smartphone di kalangan petani dan stakeholder terkait.
Berikutnya stakeholder termasuk penyuluh pertanian dapat memberikan training berdasarkan kelas atau level petani dalam menggunakan telepon seluler.
Petani yang hanya bisa menggunakan handphone biasa tidak bisa dijadikan dalam satu kelas dengan petani yang terbiasa dengan berbagai aplikasi di smartphone-nya untuk mendukung aktivitas pertanian.
Penelitian juga mengungkap bahwa kaum perempuan lebih efektif dari pada laki-laki untuk mendapatkan pelatihan tersebut.