Kini Dapat Tawaran Dari Pasar Internasional 25 ton Per Bulan

RUMAH PRODUKSI KOPI LESTARI: Salah seorang pengunjung di rumah produksi Kopi Lestari Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu melihat kopi green bean tahap pengolahan UMKM milik Supriyadi. --

Namun karena ketidaktahuannya dalam mengolah kopi, kopi yang seharusnya lewat proses roasting (pemanggangan untuk mengeluarkan aroma/cita rasa yang dalam biji kopi) malah saat itu Supriyadi mengolahnya dengan cara menggoreng. Kondisi ini menjadi salah satu kendala yang membuat kopi produksi Supriyadi susah berkembang dan menjangkau konsumen lebih banyak lagi.

Pada bulan pertama, Supriyadi hanya mampu menjual dengan hasil Rp14.000 dari kopi bubuk yang kemudian dia distribusikan ke daerah-daerah sekitar. Bahkan, dalam 3 bulan pertama hanya laku Rp45.000 dari 10 kilogram kopi bubuk yang dijajakan ke warung-warung.

"Selama 4 bulan kami berjualan, bubuk kopi 10 kilogram itu belum habis, jadi kami kemas bagus-bagus lagi, kami taruh di warung-warung. Saya sempat omong ke warung-warung, kalau laku baru kasih duitnya, kalau tidak biar untuk minum sendiri oleh pemilik warung," kata dia.

Setelah itu, usaha kopi Supriyadi mulai berjalan, terjual puluhan kilogram lewat warung-warung lokal. Supriyadi pun mendirikan UMKM bernama Kopi Lestari dan membeli alat penggilingan kopi sendiri untuk meningkatkan produksinya.

Setiap tahun penjualan kopi UMKM itu mulai meningkat, dengan memperluas jangkauan wilayah penjualan kopi.

Namun, pada 2016 Supriyadi hampir saja bangkrut karena kehilangan peralatan produksi beserta kopi-kopi yang siap olah. UMKM tersebut menjadi korban tindak pencurian ketika itu.

Sentuhan BI

Barulah pada 2017 Supriyadi bertemu dan kenal dengan Bank Indonesia, dan BI Perwakilan Provinsi Bengkulu saat itu memutuskan Kopi Lestari menjadi salah satu UMKM binaan.

UMKM tersebut menerima berbagai bantuan dari Bank Indonesia, di antaranya alat produksi seperti mesin roasting, mesin pulper (pengupas kulit buah kopi), mesin huller.

Kemudian pada 2019 UMKM itu bersama petani kopi di Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran juga menerima bantuan dari BI Perwakilan Bengkulu berupa pembangunan gedung jemur untuk badan usaha milik petani (BUMP) yang beranggotakan tiga kelompok petani. Pembuatan gedung penjemuran kopi ini dilakukan di delapan lokasi tersebar di beberapa kelompok tani lainnya.

Bank Indonesia juga memberikan berbagai pelatihan pascapanen, pengolahan kopi berkualitas, integrasi UMKM itu ke pasar daring, pengemasan hingga memperbaharui merek agar lebih menarik minat pasar.

"Kalau tidak ada Bank Indonesia, saya mungkin masih seperti dulu, masih menggoreng kopi, tidak canggih seperti sekarang. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih pada Bank Indonesia," kata Supriyadi.

Saat ini, produksi kopi UMKM itu sudah masuk ke jajaran usaha di e-commerce, ke toko-toko besar termasuk pusat kuliner dan oleh-oleh Provinsi Bengkulu, bahkan merek tersebut juga sudah menjangkau pasar dunia.

Hanya, saat ini UMKM itu belum bisa mengekspor sendiri karena belum adanya identitas terdaftar dari kopi Bengkulu tersebut berupa Indikasi Geografis (IG). Kemudian, pemenuhan permintaan pasar internasional juga menjadi hal yang saat ini ia upayakan.

 UMKM tersebut mendapatkan tawaran dari pasar internasional sebanyak 25 ton per bulan untuk kopi berkualitas petik merah dan berkadar air 13 persen. Supriyadi pun mengajak petani kopi tumbuh bersama dengan membangun rumah jemur kopi-rumah jemur kopi yang baru demi memenuhi standar yang diminta konsumen dunia serta memastikan kopi yang dipanen benar-benar kopi petik merah, bukan asalan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan