Kartika MK

Oleh : Dahlan Iskan--

''Lebih,'' jawabnya.

''Berapa yang menang?''

''Hanya dua''.

Salah satunya Anda sudah tahu: soal Peninjauan Kembali (PK). Berkat gugatan Arif PK bisa dilakukan berkali-kali. Dari asalnya hanya sekali. 

Satunya lagi, yang Anda ributkan sekarang ini: persyaratan umur capres/cawapres.

Yang soal PK, Arif mengingat keberhasilannya itu sambil tertawa-tawa. ''Sialan, ternyata dimanfaatkan oleh para koruptor,'' katanya. 

Koruptor yang PK pertamanya ditolak Mahkamah Agung bisa mengajukan PK lagi.

Mengapa Anda minta PK harus boleh berkali-kali?

'Kepastian hukum dan keadilan hukum itu dua hal yang bisa berbeda,'' ujar Arif. Kepastian hukum bisa didapat dari putusan pengadilan. Kadang putusan itu belum tentu adil. Maka usaha mencari keadilan tidak boleh dibatasi.

Bagaimana dengan heboh soal etika di MK sekarang ini?

''Itu urusan hakim MK. Waktu mengadili gugatan kami, hakim berpegang pada kode etik atau tidak,'' jawabnya. Tidak ada hubungannya dengan penggugat dan pengacaranya.

Seperti juga Bonyamin, Arif mengatakan gugatan itu tidak punya latar belakang politik dinasti. ''Saya tidak kenal Mas Gibran. Bertemu pun seingat saya belum pernah,'' katanya.

Arif bercerita, hampir saja ia bertemu Gibran. Baru hampir. Waktu itu ia mengajukan surat. Minta audiensi. Yang akan menghadap walikota Solo itu adalah pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Solo. ''Kami tidak berhasil menghadap. Pak walikota tidak punya waktu,'' ujar Arif.

Seperti juga Bonyamin, Arif ternyata aktivis PPP. Pernah jadi ketua cabang Solo. Sekarang menjadi ketua pembelaan hukum di pengurus pusat partai.

Berarti sudah dua gugatan yang ditangani Arif dimanfaatkan pihak lain. Yakni para koruptor dan kini para pemburu kekuasaan. Yang pro maupun yang anti.

Tag
Share