Keterbatasan Bukan Halangan Menghafal Al-Qur'an
SANTRI TUNA NETRA: Dengan keterbatasan netra, Zarfa (19) mencoba menghafal Al-Qur’an dengan mendengarkan lantunan ayat demi ayat dari speaker murotal di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/3/20--
Cerita Santri Tunanetra di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an, Kabupaten Bandung
Lantunan ayat suci Al-Qur’an berkumandang dari sebuah ruangan di kompleks pondok pesantren khusus di pinggiran Bandung, Jawa Barat. Lantunan itu berasal dari para santri yang belajar membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur'an. Mereka adalah santri disabilitas penyandang tunanetra.
PARA santri tersebut kini sedang menjalani puasa Ramadhan. Meski begitu, mereka tidak lupa membiasakan diri untuk membaca Al-Qur’an dengan khusyuk dan irama qiroah yang terlatih. Qiroah merupakan salah satu keterampilan dalam membaca Al Qur'an dengan alunan suara merdu.
Kendati mereka melantunkan ayat suci dalam kegelapan netra, tapi santri-santri ini justru memancarkan ketekunan yang luar biasa dalam menghafal dan membaca Al-Qu’ran dalam huruf braille.
Saat itu ada sebanyak 21 santri yang tengah menimba ilmu di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Pesantren ini didirikan pada tahun 2018 oleh Ridwan Effendi yang juga seorang tunanetra.
Ridwan yang merupakan lulusan S3 Bahasa Arab ini telah berhasil mewujudkan sebuah mimpi besarnya itu. Ridwan sejak masih kuliah mempunyai mimpi ingin mendirikan pesantren dan membuat sebuah metode guna memudahkan membaca dan menghafal Al-Qur’an dengan mudah bagi para penyandang tunanetra.
Sejak tahun 2009, ide itu pun dituangkannya dalam buku yang ia terbitkan sendiri dengan judul "Metode Sam’an". Buku itu ia persembahkan sebagai bentuk kepedulian terhadap penyandang tunanetra.
"Metode tersebut saya bukukan. Sebelumnya saya uji coba dulu ke komunitas tunanetra. Ternyata mudah diterima,” ujar Ridwan.
Nama Sam’an sendiri diambil dari bahasa Arab yang artinya mendengar. Metode ini selaras dengan keterbatasan dari seluruh santri tunanetra. Mereka mengutamakan pendengarannya dalam memahami Al Qur’an.
Selain Ridwan, di pesantren tersebut ada pula Ketua Yayasan Sam'an Netra Mulia Berkah, Zuhud Al Ghifari, yang sekaligus menjadi tenaga pendidik bagi ke-21 santri.
Bagi Zuhud, menjadi guru yang juga mengalami keterbatasan penglihatan, tak menyurutkan kegigihannya untuk memberikan ilmu demi ilmu kepada seluruh santri di pondok pesantren khusus ini.
Ilmu yang diberikan Zuhud kepada setiap muridnya itu tidak hanya melalui metode Sam’an saja, melainkan dengan penggunaan Al-Qur’an braille maupun media speaker murotal.
Penggunaan Al-Quran braille adalah metode lain yang sangat penting bagi santri tunanetra. Al-Qur'an braille adalah versi yang ditulis dalam bentuk sebuah sistem tulisan yang dapat dibaca oleh sentuhan.
Dengan menggunakan jari-jari mereka, santri tunanetra dapat membaca Al-Qur’an dengan merasakan titik-titik huruf yang membentuk ayat-ayat suci Al-Qur’an.