Kekhawatiran Kenaikan Harga BBM, Inflasi, hingga Suku Bunga yang Tertahan
BONGKAR MUAT: Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Kendari New Port, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (20/2/2024). FOTO: ANTARA FOTO/Andry Denisah/Spt. --
Bahkan, eskalasi konflik kedua antar dua negara dapat berdampak terhadap perubahan target pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,2 persen menjadi 4,6-4,8 persen.
Guna mengantisipasi kemungkinan terburuk, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyiapkan strategi untuk menjaga nilai tukar rupiah.
“Stabilitas ekonomi makro akan senantiasa dijaga, baik dari sisi moneter maupun fiskal. Koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) terus dilakukan untuk beradaptasi dengan tekanan yang ada. Dari sisi fiskal, kita memastikan APBN berperan menjadi shock absorber yang efektif dan kredibel,” ujar Sri Mulyani.
Di sisi ekspor, penerimaan akan jauh lebih baik dengan nilai tukar dolar AS yang menguat. Namun, di sisi impor, konversi harga terhadap rupiah akan lebih tinggi dan bisa berdampak pada inflasi.
Saat ini Indonesia juga dinilai masih resilien serta tangguh di tengah maraknya tekanan eksternal.
Sementara itu, sebagai langkah antisipasi lain, BI selalu memastikan stabilitas rupiah tetap terjaga dengan melakukan intervensi terhadap valuta asing (valas) serta pengelolaan aliran portfolio asing yang ramah pasar, termasuk operasi moneter yang pro-pasar dan terintegrasi dengan pendalaman pasar uang guna mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.
Bagaimanapun, selama belum terjadi de-eskalasi konflik antara Iran-Israel, perekonomian global masih akan terus dihantui ketidakpastian. Dunia seakan belum cukup dengan konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Hamas yang sudah memakan korban ratusan hingga ribuan rakyat sipil.
Oleh karena itu, drama saling balas antara Iran dan Israel sepatutnya menjadi konflik yang tidak perlu meluas hingga berakhir di perang terbuka karena perekonomian global selalu menjadi satu hal yang dipertaruhkan dalam suatu perang antarkepentingan pemimpin tinggi tersebut.
Di satu sisi, Ketua FPCI Dino Patti Djalal menilai Indonesia sendiri belum memiliki peran diplomasi yang cukup kuat untuk menjadi mediator konflik antar dua negara itu. Hal ini mengingat tidak adanya hubungan diplomatik Indonesia-Israel, serta kerja sama Indonesia-Iran yang terbatas pada beberapa sektor tertentu.
Walakin, Indonesia masih mempunyai kesempatan untuk berkontribusi meredakan konflik dengan menitikberatkan diplomasi kepada Iran, dengan pertimbangan masih adanya kerja sama ekonomi dan diplomatik antara Indonesia dan Iran.(***)