Puisi-Puisi

Reporter: Adriansyah |

Editor: Adriansyah |

Kamis , 09 Nov 2023 - 19:55

Mengapa, Bu?

Bu, mengapa jalananku penuh kerikil?

Karenanya aku sering tersandung saat kecil

Rasanya tak adil sebab aku tak pernah degil

Untung lindungmu selalu turut andil

Bu, mengapa langitku dikerubungi awan pekat?

Tangisku sampai berkarat aku hampir sekarat

Ulah angan-angan yang berkhianat

Padahal selalu giat dan taat

Aku pantas kualat?

Kini, Bu

puisi-puisi                            oleh : rahmah dian putri
 
seni merapal doa
 
pada tangan-tangan yang tengadah
pada mata-mata yang basah
pada dada-dada yang berkeluh kesah
pada mulut-mulut yang bersumpah
 
doa dirapal sampai hafal
sampai menafsir "tuhan tak andal"
"berdoa hanya mencipta sesal"
padahal doa tak menghilangkan akal
 
beberapa doa tuhan kabul cepat
beberapa doa tuhan jadikan syafaat
beberapa doa tuhan kunci rapat
beberapa doa tuhan ganti selamat
 
tepat di ujung sembah
tuntun tangan tengadah
hakikat doa adalah beribadah
berpasrah, bukan menyerah
 
tuhan yang maha peka
meminta tanpa perlu memaksa
merapal doa adalah menanam percaya
tuhan tak mungkin berdusta
 
lelaki di bawah atap jerami
 
ia adalah balon yang diletuskan penguasa
disambut tepuk tangan saudagar kaya
kemudian memojok di sudut kota
menangisi makanan sisa
 
ia adalah tatapan kosong di siang bolong
ada teriakan sunyi pada bungkamnya
mimpi-mimpi hidup dalam lamunan
tawa bernyawa di dalamnya
 
apa pun ia pikul apalagi beban
memilukan angan tak kesampaian
rapi, wangi, dan berdasi adalah mimpi
nasi kemarin yang hampir kering dinikmati
 
tubuhnya besar yang terkapar
sementara yang kekar adalah lapar
kehidupan menghajarnya sampai lebam
mengharap doanya dan rida-nya berpautan
 
ia sambangi pintu langit tiap malam
menembus atap jerami yang tak dirintangi matahari
beralas tikar motif akar yang basah karena hujan
sembari dengarkan paduan suara serangga 
 
menuntun waktu
 
waktu berkenalan dengan jalanan
waktu berkelana di antara biru dan hitam
waktu menyepi bersama secangkir kopi
waktu menepi di antara rona pipi
waktu bertekuk lutut pada kalut
waktu bergelut dengan carut-marut
waktu terpegun sore itu di beranda
waktu tergegau dari lamunan usia
waktu menyeka suka merajut duka
waktu menyela tawa menjelma tiada
 
ombak nestapa
 
peluh tanpa keluh
lelah tak menyerah
masih bisa tersenyum
sekalipun berat beban dipikul
 
dihantam melarat
utang merambat
kau tampak kuat
padahal penat
 
kaki-kaki tua dan lemah
tubuh yang mudah goyah
keriput di pelipis mata yang tegar
tangan kurus yang mulai gemetar
 
di tengah banjir air mata
mengeluh atas ombak nestapa
cobaan yang tak henti mendera
kesusahan yang lama mengukir derita
 
mengapa, bu?
 
bu, mengapa jalananku penuh kerikil?
karenanya aku sering tersandung saat kecil
rasanya tak adil sebab aku tak pernah degil
untung lindungmu selalu turut andil
 
bu, mengapa langitku dikerubungi awan pekat?
tangisku sampai berkarat aku hampir sekarat
ulah angan-angan yang berkhianat
padahal selalu giat dan taat
aku pantas kualat?
 
kini, bu
berdiriku lebih kokoh
langkahku tak lagi ceroboh
aku masa bodoh pada cemooh
nanti aku akan jadi seorang tokoh
 
bu
kupinjam doamu, ya
akan kukembalikan beserta bunganya
 
 
tentang penulis
rahmah dian putri. menyapa dunia pada 6 juli 2000.  alumnus universitas jambi menyenangi dunia menulis sejak remaja. duta bahasa provinsi jambi pada tahun 2022. dapat dihubungi melalui instagram @rahmahdianputri_.