Berharap Dunia Bisa Saling Bergandengan Tangan

PARTISIPAN: Sejumlah partisipan World Water Forum Ke-10 berkunjung ke Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, Bali, Sabtu (25/5/2024). FOTO: ANTARA/PANDE YUDHA --

Sementara itu, terkait pusat keunggulan ketahanan air dan iklim, saat ini sudah ada di berbagai belahan dunia, namun belum saling terkoneksi. Pusat keunggulan tersebut tak hanya berbentuk fisik gedung saja, namun diharapkan bisa menjadi pusat aliansi yang mengoordinasikan berbagai pusat keunggulan terkait masalah air dunia.

Setahun setelah gelaran World Water Forum Ke-10 di Bali, diharapkan pusat keunggulan terintegrasi tersebut dapat diwujudkan. Di Indonesia sendiri, sudah ada Sabo Training Centre di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, yang digadang-gadang bisa menjadi bagian dari pusat keunggulan ketahanan air dan iklim ke depan.

Di sisi lain, kesetaraan akses terhadap air bersih di pulau-pulau kecil juga diserukan oleh Indonesia. Mayoritas negara-negara kepulauan kecil mempunyai problem yang relatif sama, yaitu keterbatasan sumber daya, keterpencilan, dan kerentanan terhadap bencana alam karena pusat ekonomi dekat dengan garis pantai, dan lainnya. Tantangan-tantangan tersebut makin diperburuk dengan kurangnya sumber daya keuangan dan kapasitas teknis, sehingga mengganggu implementasi rencana ketahanan iklim.

Capaian lain dalam World Water Forum Ke-10 dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari deklarasi adalah keberhasilan Indonesia menyusun daftar proyek terkait air yang menjadi andalan dari berbagai negara yang dimuat dalam kompendium. Kompendium tersebut mencakup 113 proyek di sektor air dan sanitasi dengan nilai total 9,4 miliar dolar AS atau Rp150,4 triliun (asumsi kurs Rp16.000 per dolar AS).

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyampaikan 113 proyek tersebut terdiri atas kajian, bantuan teknis, pusat riset, hingga pengembangan kapasitas. Proyek-proyek tersebut ada yang bersifat bilateral dan multilateral.

Optimisme

Gelaran World Water Forum Ke-10 di Bali menyita perhatian dunia seiring dengan hadirnya sosok Elon Musk. CEO Tesla Inc dan SpaceX, itu berbicara saat pembukaan World Water Forum Ke-10 dan mengungkapkan optimismenya bahwa krisis ketersediaan air global bisa diatasi.

Menurut Elon Musk, efisiensi desalinasi dapat menjadi salah satu jawaban. Desalinasi adalah proses menghilangkan kadar garam dari air (umumnya air yang digunakan air laut), sehingga air tersebut dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup.

Proses desalinasi dinilai sebagai proses yang membutuhkan energi dan relatif mahal. Akan tetapi, pemanfaatan energi baru terbarukan dari matahari atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat membuatnya menjadi efektif dan relatif murah.

PLTS dapat menghasilkan sekitar satu Giga Watt (GW) per kilometer persegi per hari yang didapat dari sinar radiasi matahari di permukaan. Elon Musk menilai jumlah tersebut cukup banyak.

Bicara soal PLTS, Pemerintah Indonesia berhasil membangun salah satu pembangkit listrik terapung yang terbesar di Asia Tenggara. PLTS Terapung Cirata merupakan tonggak sejarah yang penting dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

PLTS tersebut dinobatkan sebagai PLTS yang terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 192 Mega Watt peak (MWp). PLTS terapung itu mampu menyuplai listrik kepada lebih dari 50.000 rumah. PLTS tersebut merupakan satu contoh kerja sama air antarnegara Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) yang bernilai 129 juta dolar AS. Inisiatif tersebut melibatkan pemerintahan dan perusahaan besar dalam memanfaatkan infrastruktur air seperti waduk.

Akhir pekan kemarin, gelaran World Water Forum Ke-10 di Bali telah berakhir dan Indonesia telah menyerahkan estafet tuan rumah penyelenggaraan World Water Forum kepada Arab Saudi. Kendati demikian, masih banyak hal yang harus dikerjakan dan diperbaiki, utamanya mengimplementasikan aksi nyata untuk mengatasi krisis air yang telah dirumuskan bersama agar manfaatnya segera bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat dunia. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan