Minum Bir
Oleh : Dahlan Iskan--
"Beberapa merk lain ikut-ikutan".
Beberapa hari kemudian ketika John ke supermarket, saya ikut. Saya ingin tahu apakah benar-benar bir tanpa alkohol dijual di supermarket.
Saya pun dibawa ke rak yang memajang bir. Benar. Bir tanpa alkohol dijual di situ. Juga beberapa bir serupa merk lain. Lalu kami membeli beberapa botol untuk menjamu kedatangan Janet dan suami.
"Jangan bilang dulu kalau ini bir tanpa alkohol. Saya ingin tahu apakah ia merasa aneh dengan cita rasa bir ini," pinta saya.
John setuju. Pun Chris, isteri John.
Saat minum bir itu suami Janet tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.
"Birnya enak?"
"Enak".
"Tidak ada yang aneh?"
"Tidak".
Lalu saya menuangkan bir ke gelas saya. Ia kaget. Tumben, minum bir.
Setelah itu barulah John membongkar apa yang sedang kami rahasiakan. Prank yang berhasil. Ia pun heran: ada bir tanpa alkohol.
Saya bercerita: di Indonesia juga pernah ada bir dengan kandungan alkohol hanya 2 persen.
Anda masih ingat namanya: saya lupa. Waktu itu jadi pembicaraan umum. Terutama di dunia marketing. Bir dua persen itu jadi bahasan seminar-seminar marketing.
Akhirnya kita semua tahu: produk itu gagal di pasar. Bagi yang mengharamkan bir, kandungan alkohol dua persen pun tetap saja alkohol.