Meritokrasi dan Integritas: Masih diperlukankah sebagai pertimbangan keputusan dalam Memilih Pemimpin Pergurua
Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Universitas Jambi--
Oleh: Syahmardi Yacob*
DALAM era globalisasi dan perubahan cepat ini, perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia menghadapi berbagai tantangan kompleks. Dari tuntutan akademis yang semakin tinggi hingga kebutuhan akan inovasi dan adaptasi terhadap perkembangan teknologi, PTN memerlukan pemimpin yang tidak hanya kompeten tetapi juga memiliki integritas tinggi. Meritokrasi dan integritas, meski sering diabaikan atau dianggap usang, tetap menjadi prinsip yang sangat relevan dan penting dalam memilih pemimpin PTN.
Pada tahun 2020, kebijakan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengubah proses pemilihan pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN). Kebijakan ini menetapkan bahwa suara menteri memiliki bobot sebesar 35% dari total suara dalam pemilihan rektor, sementara 65% lainnya ditentukan oleh anggota senat universitas, namun kenyataanya total suara Menteri itu memiliki lebih dari 50% total suara anggota senat universitas. Perubahan ini memunculkan pertanyaan penting mengenai peran meritokrasi dan integritas dalam pemilihan pimpinan PTN.
Dalam konteks ini, meskipun suara menteri memiliki bobot yang signifikan, meritokrasi dan integritas diyakini bagi kementrian Dikbud Ristek tetap menjadi faktor penting. Meritokrasi memastikan bahwa calon yang terpilih memiliki kualifikasi, keahlian, dan pengalaman yang sesuai untuk memimpin institusi pendidikan. Sementara itu, integritas menjamin bahwa pemimpin tersebut akan menjalankan tugasnya dengan kejujuran dan dedikasi terhadap kepentingan akademis dan sosial universitas tanpa dipengaruhi kepentingan pribadi atau politik.
Pertimbangan atas meritokrasi dan integritas menjadi lebih krusial mengingat pemimpin PTN tidak hanya bertanggung jawab dalam konteks akademis, tetapi juga sebagai figur publik yang mempengaruhi arah dan reputasi institusi dalam skala nasional maupun internasional. Oleh karena itu, kebijakan pemilihan yang memperkuat nilai-nilai ini akan mendukung transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lembaga pendidikan tinggi, serta mempromosikan tata kelola yang baik yang esensial untuk kemajuan dan keberlanjutan PTN di Indonesia.
BACA JUGA:Siapkan 8 Ton Garam
BACA JUGA:PPDB SD dan SMP Sarolangun Dibuka Serentak, Akan Diresmikan oleh Pj Bupati
Dengan demikian, diskusi tentang peran meritokrasi dan integritas dalam pemilihan pimpinan PTN di Indonesia tetap relevan dan penting, bahkan di tengah adanya perubahan kebijakan yang memberikan proporsi suara yang besar kepada menteri. Ini membuka ruang bagi evaluasi dan penyesuaian kebijakan yang mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa pemilihan pimpinan PTN tetap mencerminkan prinsip-prinsip meritokrasi dan integritas.
Meritokrasi: Memastikan Kompetensi dan Kualitas dalam Kepemimpinan Perguruan Tinggi
Meritokrasi merupakan prinsip esensial yang menjamin posisi kepemimpinan diisi oleh individu dengan kualifikasi tertinggi, berdasarkan prestasi dan kemampuan nyata mereka. Dalam konteks akademik, di mana tuntutan kompetensi ilmiah dan keahlian manajerial sangat tinggi, penerapan meritokrasi menjadi sangat kritikal. Pemimpin yang terpilih melalui proses meritokratis tidak hanya memiliki rekam jejak akademik yang cemerlang, tetapi juga pengalaman manajerial yang komprehensif dan visi yang progresif untuk institusi. Kemampuan mereka untuk memahami kompleksitas dunia pendidikan tinggi dan merespons tantangan dengan solusi yang inovatif adalah kunci dalam menjaga dan meningkatkan standar pendidikan.
Salah satu contoh kasus yang menonjol terjadi di Universitas Indonesia (UI) beberapa tahun yang lalu, ketika proses pemilihan rektor dianggap menerapkan prinsip meritokrasi. Kandidat yang terpilih memiliki rekam jejak publikasi ilmiah yang kuat, pengalaman dalam pengelolaan universitas besar, dan telah mengimplementasikan beberapa inisiatif inovatif yang meningkatkan reputasi dan kinerja universitas secara signifikan. Hal ini menunjukkan betapa penerapan meritokrasi bisa secara positif mempengaruhi kemajuan sebuah institusi pendidikan.
Namun, meritokrasi di sejumlah PTN di Indonesia terkadang masih terhambat oleh politisasi dan intervensi dari kepentingan eksternal, seperti pengaruh pemerintah atau kelompok politik tertentu yang ingin menempatkan kandidatnya. Misalnya, terdapat kecenderungan di beberapa PTN di mana pemilihan pemimpin lebih dipengaruhi oleh dukungan politik daripada kualitas akademis dan manajerial kandidat. Hal ini berpotensi mengarah pada pemilihan pemimpin yang kurang kompeten, yang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan institusi.
Mengabaikan meritokrasi dalam pemilihan pemimpin PTN bisa berakibat fatal. Misalnya, sebuah PTN di Indonesia mengalami penurunan peringkat dan prestasi akademik setelah pemilihan rektor yang kurang memperhatikan prinsip meritokrasi. Hal ini menyebabkan stagnasi dalam inovasi dan pengembangan, menurunnya produktivitas penelitian, serta hubungan yang kurang optimal dengan industri dan pemerintah. Akibatnya, reputasi universitas tersebut turut terpengaruh, yang pada gilirannya mengurangi daya tariknya bagi calon mahasiswa, dosen, dan peneliti berkualitas.
Oleh karena itu, sangat penting bagi PTN untuk terus memperjuangkan dan mempertahankan prinsip meritokrasi dalam pemilihan pemimpin. Hal ini tidak hanya esensial untuk memastikan kualitas dan kompetensi kepemimpinan tetapi juga untuk menghindari degradasi nilai akademis dan manajerial yang bisa merugikan keseluruhan ekosistem pendidikan tinggi di Indonesia.