IDAI Menganjurkan Orangtua Harus Batasi Anak Pegang Gawai Mulai dari Diri Sendiri
Ketua Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Rini Sekartini --
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganjurkan orang tua untuk membatasi anak memegang gawai di waktu tertentu, misalnya setelah pukul 18.00 WIB yang dicontohkan dari orang tua sendiri.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), mengatakan anak harus melihat perlakuan yang sama agar bisa memahami maksud di balik adanya pembatasan itu.
"Jika tidak boleh memegang handphone, orang tuanya juga harus begitu, harus sama perlakuannya. Jangan anaknya diharuskan begini, tapi orang tuanya begitu (masih boleh pegang ponsel)," kata Rini saat diskusi dengan tenaga kesehatan, kader posyandu dan awak media di Gedung IDAI, Salemba, Jakarta Pusat.
BACA JUGA:Orangtua Harus Waspada, Ini Gejala Awal Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai
BACA JUGA:Orangtua Perlu Waspada Dampak Kelebihan Asupan Gula pada Anak
Penetrasi internet remaja yang meningkat dari 25,84 persen pada 2023 menjadi 31,40 persen di 2024, berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Tahun 2024 menjadi alasan di balik urgensi membatasi genggaman gawai pada anak dan orang tuanya.
"Perlu hati-hati juga karena kalau terlalu lama, ada yang disebut adiksi internet. Sekarang internet juga menjadi adiksi, menjadi suatu penyakit," kata guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Departemen Ilmu Kesehatan Anak itu.
BACA JUGA:Psikolog Tekankan Pentingnya Komunikasi Orangtua-Anak Cegah Bullying
BACA JUGA:Pasca Hilang, Anak TNI Asal Pekanbaru Bertemu Orangtuanya
Rini mengungkapkan, salah satu penelitian mahasiswanya mengungkap adiksi internet pada remaja menyebabkan fungsi otak menjadi berbeda dengan anak normal ketika dipantau menggunakan MRI.
Karena memberikan gawai kepada anak bisa mengganggu tidurnya, mengurangi interaksi fisik bahkan meningkatkan aktivitas perundungan siber yang bisa memicu gangguan-gangguan pada saraf di otak.
Pertama, gangguan kecemasan, korban perundungan siber mungkin mengalami kecemasan berlebihan, ketakutan, dan serangan panik.
Kedua, depresi. Perundungan siber dapat menyebabkan perasaan sedih, putus asa, dan kehilangan minat pada aktivitas yang disukai.
BACA JUGA:Tips Kesehatan Saat Musim Pancaroba, Menghadapi Perubahan Cuaca dan Ancaman Penyakit