Tata Kelola Guru Perlu Dibenah

SEMARANG-Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyampaikan bahwa tata kelola guru harus dibenahi seiring dengan otonomi daerah guna meningkatkan kualitas pendidikan secara optimal.

"Terkait pengelolaan guru, semua mengetahui bahwa pembagian kewenangan provinsi dan kabupaten/kota belum lancar," kata Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi di Semarang, Jawa Tengah, pada Puncak Peringatan HUT Ke-78 PGRI dan Hari Guru Nasional (HGN) Tingkat Jawa Tengah 2023, Sabtu. 

Menurut dia, desentralisasi pendidikan seiring dengan era otonomi daerah perlu dibenahi, misalnya terkait kewenangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota terkait pendidikan.

"Bagi PGRI seharusnya semua kewenangan, mulai provinsi, kabupaten/kota, dan pusat, memiliki tanggung jawab yang tidak dipotong. Misalnya, kabupaten/kota hanya boleh SD dan SMP," katanya.

Padahal, kata di, Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat juga ada di wilayah kabupaten/kota, sementara kewenangan pengelolaannya berada di bawah naungan pemerintah provinsi.

"Harusnya setiap daerah mempunyai kewenangan mengelola semua. Bagaimana membaginya, mungkin pada status PNS-nya. Tetapi kalau peningkatan mutu harus menjadi kewenangan semua," katanya.

Belum lagi, kata dia, menyangkut persoalan kesejahteraan, seperti tunjangan profesi yang di wilayah dan tingkatan tertentu sudah dibayar, sementara yang lain belum dibayarkan.

"Kami ingin agar tata kelola guru diperbaiki dengan prinsip keterbukaan, efektivitas, efisiensi, dan prinsip memanfaatkan potensi sebesar-besarnya bagi semua," kata Unifah.

Di sisi lain, diakuinya, perbaikan tata kelola tidak begitu mudah dilakukan karena menyangkut perundang-undangan yang sudah sedemikian rigid membagi kewenangan masing-masing.

"Saya melihat, misalnya (sekolah) agama di Kementerian Agama, perguruan tinggi di pusat. Ini yang harus dievaluasi. Bagi kami, semua komponen pemerintah harus bertanggung jawab pada pendidikan," katanya.

Sementara itu Ketua PGRI Jawa Tengah Dr Muhdi mengakui bahwa pengelolaan guru seiring dengan sistem otonomi daerah memang belum terlaksana dengan baik antardaerah satu dengan lainnya.

"Bagaimana antara daerah satu dengan lainnya, hubungan daerah dengan pusat. Contoh kebijakan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) diterjemahkan kabupaten/kota dengan berbeda-beda," katanya.

Bagaimana mungkin, kata dia, kebijakan nasional diimplementasikan daerah secara berbeda-beda bisa berjalan optimal, padahal pemerintah daerah (pemda) merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.

Jangan Ragukan Netralitas PGRI

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan