SAH Minta Pemda Perkuat Pengawasan Penetapan Harga di Pabrik

SOSIALISASI : Ketua DPD HKTI Provinsi Jambi Dr. Ir. H. A.R. Sutan Adil Hendra, MM ketika menggelar sosialisasi kepada para petani Jambi dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu. --

JAMBI -  Keberpihakan pada nasib petani tampak jelas disuarakan Ketua DPD HKTI Provinsi Jambi Dr. Ir. H. A.R. Sutan Adil Hendra, MM dalam menyikapi kebijakan pemerintah pusat yang melarang ekspor bahan baku minyak goreng atau RBD Palm Olein.

Menurut Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur dan Bupati harus merespons aturan pemerintah pusat itu dengan mengirimkan surat kepada Bupati untuk mengawasi penerapan harga beli sawit dari petani oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Jambi.

Dimana hal berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian  No : 165 /KBM020/E/04/2022 tanggal 21 April 2022 tentang Penetapan Harga TBS pasca pelarangan eksport oleh Presiden yang mengatur beberapa point yang harus menjadi perhatian.

"Ada beberapa poin penting dari surat edaran Dirjen Perbunanan No : 165 / KB.020/E /04/2022 yang perlu menjadi perhatian seluruh pabrik yang ada di Jambi terkait aturan larangan ekspor bahan baku minyak goreng," ujar bapak beasiswa Jambi, Jumat (12/7) kemarin.

Surat Dirjen Perkebunan ini menurut Doktor Ekonomi itu upaya pemerintah untuk mencegah aksi profit taking atau pengambilan keuntungan sepihak oleh perusahaan PKS dengan menurunkan harga pembelian TBS petani. Karena menurutnya antar petani sawit dan pabrik saling membutuhkan, saling mutualisme sehingga masalah ini harus berkeadilan.

Selain itu, SAH secara objektif menyatakan sebenarnya bahwa larangan ekspor hanya diberlakukan untuk ekspor minyak goreng dan RBD Palm Olein yang merupakan bahan baku minyak goreng.

"Tidak ada larangan ekspor terhadap CPO sehingga penjualan CPO tetap dilakukan seperti biasa, hanya saja sekarang seolah CPO yang dilarang, inikan jelas ada oknum pabrik yang menekan harga ditingkat petani, " tegasnya.

Selanjutnya SAH juga meminta kepada Bupati se-Provinsi Jambi dan Ketua Gapki  Jambi untuk mengawal proses penetapan harga pembelian TBS dan realisasi penerapan harga pembelian TBS di PKS, agar pihak PKS tidak sepihak menetapkan harga TBS petani sawit. Selanjutnya realisasi penerapan harga TBS di tingkat PKS agar dilaporkan kepada Gubernur melalui Dinas Perkebunan Provinsi.

Sikap SAH ini senada dengan penyataan Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) yang mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit untuk memantau dampak kebijakan tersebut terhadap sektor keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit.

Namun, jika kebijakan ini membawa dampak negatif kepada keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit, kami akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut.

Terakhir SAH juga mengingatkan kepada seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki PKS, agar tetap melakukan pembelian TBS mengacu kepada ketentuan Permentan Nomor 01 Tahun 2018, yaitu, berdasarkan harga yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Dinas Perkebunan Provinsi Jambi.

"Perusahaan yang tidak mengikuti ketentuan dimaksud, bisa dilakukan tindakan tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari pemerintah pusat atas usulan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten," pungkasnya. (aiz)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan