Tantangan utamanya adalah minimnya publikasi serta keterbatasan sumber daya manusia dan biaya yang diperlukan untuk preservasi naskah. Masalah ini disebut menjadi kendala utama. Naskah-naskah yang sudah rusak harus melalui proses konservasi terlebih dahulu, yang memakan waktu dan biaya cukup besar, sementara tenaga terbatas.
Oleh karena itu, tim di Perpusnas melakukan seleksi prioritas untuk menentukan naskah yang harus didahulukan dalam proses pelestarian. Selain tantangan internal, Perpusnas juga menghadapi desakan dari pihak luar untuk mengakuisisi naskah-naskah dari berbagai daerah.
Untuk pengarusutamaan naskah kuno tersebut, Perpusnas juga berupaya mengubah naskah kuno tersebut ke dalam bentuk komik, agar generasi muda dapat dengan mudah memahami isi dari naskah kuno tersebut.
Ketua Yayasan Ngariksa Budaya Indonesia Lukman Hakim Saifuddin mengatakan penyerahan naskah kuno merupakan upaya untuk mendorong negara melalui Perpusnas agar lebih proaktif dalam menjaga kekayaan peradaban masa lalu.
“Sering kali kita kehilangan konteks ketika menghadapi berbagai persoalan, baik sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, politik, maupun agama, karena kita terputus dari nilai-nilai dan kearifan para leluhur kita,” ujar Lukman.
Naskah kuno tersebut dapat menjadi “jembatan” yang mempertemukan masa lalu yang sarat dengan nilai dan kearifan, dengan kondisi yang dihadapi masyarakat saat ini. Masyarakat pun dapat memahami bagaimana alam pemikiran leluhur melalui naskah yang ada. (ant)