JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO - Dalam upaya mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim, Pemerintah Sumatera Barat ternyata belajar ke provinsi Jambi. Hal ini terkait Jambi merupakan provinsi yang telah mengelola Biocarbon Fund untuk kegiatan pengelolaan hutan. Biocarbon Fund merupakan inisiatif global yang didukung oleh Bank Dunia, bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui perlindungan hutan dan reboisasi.
Hal ini terungkap saat diskusi yang diadakan KKI Warsi pada beberapa waktu lalu. Pengelolaan Biocarbon Fund di Jambi diimplementasikan oleh Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perkebunan, dan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan. Penyaluran mekanisme hibah kepada OPD Jambi menggunakan mekanisme On Granting yang dimulai pada Tahun 2022.
Saat ini proses yang dijalankan yaitu tahapan Pre-investment atau merupakan investasi untuk program intervensi penurunan emisi. Pada tahap ini sekaligus merupakan uji coba untuk melakukan intervensi langsung dalam mencapai target penurunan emisi sebelum memasuki tahap Result by Payment (RBP).
"Saat ini yang menjadi implementator ada 4 (empat) KPH yaitu KPH Hilir Sarolangun, KPH Bungo, KPH Tanjung Jabung Barat, KPH Merangin dan 4 (empat) Balai Taman Nasional yaitu Taman Nasional Kerinci Sebelat, Berbak Sembilang, Bukit Dua Belas, dan Bukit Tiga Puluh ditambah dengan Balai KSDA Jambi,” kata Kepala Dinas Kehutanan Ahmad Bestari.
BACA JUGA:Aturan PPN 12 Persen Perlu Dievaluasi
BACA JUGA:Tuntut Kebijakan Aplikator Puluhan Driver Online Geruduk Kantor Grab Jambi
Keempat KPHP yang menerima dana ini adalah KPHP Batanghari, KPHP Merangin, KPHP Tebo, dan KPHP Muaro Jambi. Masing-masing KPHP memiliki program yang berfokus pada perlindungan hutan, reboisasi, serta pemberdayaan masyarakat lokal melalui kegiatan ekonomi berkelanjutan seperti agroforestri dan ekowisata.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, dana dari Biocarbon Fund ini akan sangat membantu dalam mengoptimalkan pengelolaan hutan di Jambi, terutama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
"Dukungan ini memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan konservasi dan pengelolaan hutan dengan lebih efektif, patroli hutan dan kegiatan lain yang mempertahan tutupan hutan serta mencegah degradasi lahan," ujarnya.
Sementara itu, dalam pengelolaan hutan Provinsi Sumatera Barat menyebutkan bahwa masyarakat yang mendapatkan izin kelola hutan mengalami peningkatan.
“Kami melakukan survei pendapatan tani hutan melalui statistik. Pada tahun 2020 pendapat rata-rata petani 1,5 juta. 2021, survey 1,7 juta. Tahun 2023 naik menjadi 2,3 juta,” kata Yozawardi.
Pendapatan petani hutan ini bertambah seiring dengan adanya alokasi anggaran dan kebijakan yang mendukung petani sekitar hutan. Ia menyebutkan fasilitasi perhutanan sosial juga memungkinkan bagi petani untuk mendapatkan akses penambahan modal serta pelatihan dan pendampingan usaha.
Peluang pendanaan iklim memungkinkan bagi masyarakat untuk mengakses modal dalam mengelola perhutanan sosial. Praktik ini dirasakan oleh masyarakat di Lanskap Bukit Panjang Rantau Bayur Kabupaten Bungo. Insentif melalui pembayaran imbal jasa lingkungan (payment for ecosystem services/PES) penyerapan karbon.
“Masyarakat 5 desa di Lanskap Bujang Raba merasakan dampak pendanaan iklim memiliki dampak yang signifikan bisa dinikmati secara sosial, melalui paket sembako, beasiswa sekolah, investasi ekonomi melalui pembangunan huller kopi dan pengadaan alat usaha lainnya,” kata Emmy Primadona Koordinator Program KKI Warsi.
Pengelolaan hutan yang lestari di desa jika 12,7 Juta hektar jika dikelola oleh masyarakat sangat banyak benefit yang didapatkan masyarakat. (*)