"Bisa. Ada jalan. Tapi sekali lagi, rakyat juga akan menilai ini akal-akalan," ujar Boyamin.
DPR, katanya, harus pakai asas kesetaraan, keadilan, dan kepastian hukum.
Dalam hal umur calon kepala daerah, misalnya, DPR bisa menentukan sendiri umurnya.
"Harusnya putuskan saja syarat umur minimal 25 tahun. Itu memenuhi asas kesetaraan. Pakailah asas itu. Yakni setara dengan putusan MK ketika menerima gugatan Almas," katanya.
Dengan demikian maka Kaesang yang sudah berumur 29 tahun, memenuhi syarat jadi calon wakil gubernur Jateng tanpa takut kelak digugat ke MK.
Boyamin mengingatkan bahwa rezim sekarang ini adalah rezim Pilkada. Bukan Pilgub atau Pilwali/Pilbup. Tidak perlu membedakan antara gubernur dan wali kota/bupati. Sekarang ini gubernur bukan lagi atasan bupati/wali kota. Harus dibuat setara.
"Di sini MK punya kelemahan," ujarnya.
Lalu bagaimana akal-akalan yang masuk akal agar Anies Baswedan tidak bisa maju sebagai calon gubernur Jakarta dari PDI-Perjuangan?
"Ada caranya," ujar Boyamin. "Kok tidak menyarankannya ke DPR?" tanya saya.
"DPR kan tidak tanya saya. Yang tanya kan Disway. Padahal Disway tidak ikut sidang pleno," guraunya.
Caranya, kata Boyamin, DPR justru harus mengubah persyaratan calon independen. Menjadi sama: 20 persen. Disetarakan dengan syarat calon dari parpol atau gabungan parpol.
"Maka di UU Pilkada yang baru seharusnya syarat calon independen dibuat 20 persen dari jumlah pemilih," ujar Boyamin.
Memang, katanya, calon independen jadi korban akal-akalan ini. Tapi ada logikanya. Dengan demikian UU Pilkada yang baru tidak akan dibatalkan MK.
Jadi, mana yang lebih baik?
Para politisi di DPR ternyata belum bisa disebut banyak akal.(Dahlan Iskan)