Dari Kapas Hingga Kain
Menurut Statistik Perkebunan Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian, dari tahun 2018 sampai 2020, data perkebunan dan produksi kapas di Nusa Tenggara Barat mengalami fluktuasi.
Pada tahun 2018, luas tanam perkebunan kapas di Nusa Tenggara Barat tercatat mencapai 945 hektare dengan luas panen 258 hektare yang hanya mampu menghasilkan kapas sebanyak 46 ton.
Setahun kemudian luas tanaman kapas menyusut drastis menjadi 200 hektare dengan luas panen sebanyak 395 hektare. Jumlah produksi kapas saat itu tercatat sebanyak 70 ton.
Pada tahun 2020, angka produksi kapas di Nusa Tenggara Barat turun menjadi 68 ton dari luas areal tanam dan areal panen sebanyak 150 hektare.
Penyempitan lahan pertanian akibat ekspansi pembangunan pemukiman dan berbagai sarana publik maupun perkantoran, serta kalah pamor dengan tanaman pangan membuat budidaya kapas terlihat kurang menjanjikan di mata para petani.
Kapas adalah komponen penting dalam industrialisasi tenun. Pada tahun 2019, kapas-kapas yang diproduksi dari tanah Nusa Tenggara Barat terutama Lombok dijual ke Bali dengan harga murah.
Di Bali, kapas itu dibentuk menjadi benang lalu dibeli dengan harga mahal oleh para perajin tenun di Lombok dan Sumbawa.
Keberadaan rumah kedaulatan sandang di Desa Giri Tembesi yang dikenal sebagai kampung kapas di Kabupaten Lombok Barat berupaya menciptakan kemajuan perkebunan kapas menjadi skala industri bagi Nusa Tenggara Barat.
Kini mulai dari kapas, lalu dipintal menjadi benang, dan dibentuk menjadi tenun sudah bisa di lakukan secara mandiri oleh penduduk lokal setempat.
Bahan baku yang diambil langsung dari petani tentu lebih murah dari segi harga dan lebih rendah jejak karbon ketimbang memakai bahan baku yang didatangkan dari luar daerah, apalagi luar negeri.
Bila industrialisasi tenun terus digaungkan dan diperbesar, namun tidak diimbangi dengan perbaikan sektor hulu—kapas dan benang—berpotensi mengancam misi yang dijalankan akibat produksi bahan baku tidak mencukupi permintaan industri sehingga bahan baku impor perlu didatangkan dari luar.
Langkah kongkret yang kini harus dilakukan adalah memperluas areal tanam dan meningkatkan angka produksi kapas untuk mendukung industrialisasi tenun yang kini sedang berkembang di Nusa Tenggara Barat.
Optimalisasi Produk Turunan
Ekonom Universitas Mataram Muhammad Firmansyah mengatakan tenun adalah kerajinan turun-temurun warisan para leluhur dan kini publik menganggap tenun sebagai peluang bisnis karena keunikan produk tersebut.
Dari segi keunggulan komparatif, tenun sudah punya keunggulan karena sifatnya yang khusus. Namun, keunggulan kompetitif belum dimiliki oleh tenun lantaran harga yang terbilang mahal.