Bagi masyarakat yang ingin merasakan langsung kelezatan kuliner Korea dan merayakan Chuseok, festival ini masih berlangsung hingga akhir bulan dengan beragam produk dan makanan yang bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Chuseok, salah satu perayaan terbesar di Korea, tidak hanya menjadi momen berkumpul bersama keluarga, tetapi juga menjadi simbol panen raya dan persiapan menghadapi musim dingin. Pengamat budaya sekaligus dosen Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Afriadi, S.Hum., M.Hum menjelaskan bahwa Chuseok jatuh pada pertengahan musim gugur, saat petani Korea bersiap memasuki musim panen raya sebelum musim dingin tiba.
Chuseok merupakan puncak perayaan musim panen, di mana masyarakat Korea merayakan hasil dari masa tanam selama musim semi dan musim panas. Ini juga menjadi momen untuk mempersiapkan diri menghadapi musim dingin yang panjang hingga Februari nanti, kata Afriadi.
Pada masa ini, para petani mulai mengolah hasil panen, seperti mengeringkan biji-bijian, membuat kimchi, dan memasak berbagai hidangan dari hasil bumi.
Seiring dengan perubahan zaman, Chuseok tetap mempertahankan esensinya sebagai perayaan keluarga dan budaya agraris. Dahulu, keluarga besar yang tinggal berdekatan akan bersama-sama membuat kue dan hidangan festival, namun kini, dengan banyaknya penduduk yang pindah ke perkotaan, Chuseok menjadi momen penting untuk pulang kampung dan berkumpul bersama keluarga.
Ada sejumlah elemen spiritual dalam Chuseok, di mana masyarakat Korea melakukan persembahan kepada leluhur sebagai bentuk penghormatan, menambah dimensi keagamaan dan tradisi dalam perayaan ini.
Menariknya, Afriadi mengaitkan Chuseok dengan festival serupa di berbagai budaya lain, termasuk Mooncake Festival atau Mid-Autumn Festival yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa, termasuk di Indonesia.
Kedua festival ini dirayakan pada waktu yang sama dalam penanggalan Imlek, yaitu bulan ke delapan tanggal 15, saat bulan purnama mencapai puncaknya dan terlihat sangat besar dan indah.
Di Indonesia, tradisi merayakan panen juga hadir di beberapa daerah, seperti Seren Taun di masyarakat adat Ciptagelar. Meskipun berbeda dalam bentuk dan ritual, esensinya tetap sama, rasa syukur atas panen dan persiapan untuk musim yang akan datang.
Chuseok, dengan segala tradisi dan maknanya, bukan hanya menjadi momen penting di Korea, tetapi juga mencerminkan betapa budaya agraris dan hubungan keluarga memiliki tempat yang penting dalam banyak tradisi di seluruh dunia.
Sementara itu, pengamat budaya dan Dosen Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea, FIB Universitas Indonesia Dr. Rostineu, S.S., M.A mengatakan bahwa Chuseok tidak memiliki persamaan langsung dengan budaya di Indonesia.
“Selamatan atau syukuran di Indonesia bisa dilakukan dalam keluarga, tetapi juga sering dilakukan oleh warga desa secara lebih luas. Chuseok, yang saat ini masih dirayakan dalam lingkup keluarga, lebih fokus pada menjaga kearifan budaya tradisional Korea yang dulunya muncul sebagai perayaan syukur masyarakat petani dan penghormatan kepada leluhur,” ujar dia.
Perbedaan ini terlihat dari makna mendalam di balik perayaan Chuseok, yang mencerminkan budaya Korea, sementara di Indonesia, perayaan serupa lebih bervariasi, tergantung pada budaya dan tradisi lokal tiap suku.(**)