Oleh: Dahlan Iskan
JAMBIEKSPRES.CO - Kapan itu. Saya membayangkan alangkah meriahnya pesta perpisahan untuk Pak Jokowi. Yakni saat beliau mengakhiri masa pengabdian sebagai presiden dua periode.
Kapan itu. Saya membayangkan pesta perpisahan itu akan diadakan oleh berbagai unsur dalam masyarakat. Berhari-hari. Bergantian. Pun oleh kelompok seniman. Musik jalanan. Ondel-ondel. Parade.
Kapan itu. Saya membayangkan begitu banyak orang akan menangis. Sedih akan berpisah. Terharu akan jasa-jasa besarnya. Meratap. Sepanjang jalan. Dari Istana menuju bandara Halim untuk pulang ke Solo dengan pesawat biasa.
Anda sudah tahu: pemerintahan Pak Jokowi sangat pandai membuat pesta. Pertemuan puncak G-20 diakhiri dengan pesta yang belum pernah ada duanya: di kompleks Garuda Wisnu Kencana, Bali. Sangat mengesankan. Mengagumkan.
BACA JUGA:Jokowi Berharap Smelter Tembaga Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
BACA JUGA:Vicenzo Italiano Sampaikan Salam Perpisahan
Pembukaan Asian Games di Jakarta ibarat pembukaan Olimpiade. Sangat meriah. Anggun.
Pesta pernikahan anaknya pun telah berubah menjadi pesta budaya Jawa. Terbesar. Terbaik. Tiada duanya. Pun dibanding zaman kerajaan Jawa.
Lihat juga sidang-sidang pleno gabungan DPR-DPD: peristiwa politik konstitusi itu telah berhasil dibuat menjadi pesta pakaian adat Nusantara.
Bahkan, upacara kenegaraan hari kemerdekaan 17 Agustus di Istana Negara dihilangkan kesakralannya. Diubah jadi pesta. Joget-joget. Menghibur.
Hanya satu pesta besar yang gagal. Tidak jadi diadakan: pesta boyongan ke ibu kota Nusantara, IKN. Pernah tersiar berita bahwa boyongan ke ibu kota baru itu akan menjadi pesta yang terbesar di antara yang terbesar.
Bisa jadi, awalnya, itu akan menjadi pesta pertama dari rangkaian pesta perpisahan.
Terjadi di bulan Agustus 2024, hanya dua bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
Ketika 17 Agustus 2024 itu tiba, semuanya pudar. Air belum siap mengalir ke sana. Jalan belum jadi. Bangunan masih dikerjakan.