Membahasakan yang Kadang Tak Diterjemahkan

Jumat 11 Oct 2024 - 20:45 WIB
Editor : Jurnal

Cerita Dian Laila, Juru Bahasa Isyarat Peparnas XVII Solo 2024 

Bahasa isyarat merupakan salah satu bahasa tertua yang tercatat muncul pada abad kelima sebelum masehi di Cratylus, kota di Yunani.

MEMASUKI era sebelum kemerdekaan hingga masa pasca kemerdekaan, bangsa Indonesia begitu familiar dengan orator ulung yang bernama Soekarno.

Soekarno, yang merupakan Presiden Pertama Republik Indonesia, mempunyai kemampuan bahasa orasi yang mumpuni sehingga ia dijuluki "penyambung lidah rakyat" karena perannya sebagai jembatan suara-suara rakyat kecil  untuk elite politik. Julukan untuk  Soekarno  itu muncul pula dalam wawancara dengan jurnalis Amerika Serikat, Cindy Adams, yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul "Sukarno - An Autobiography" tahun 1965.

Bahasa merupakan sebuah struktur komunikasi yang kompleks karena terdapat struktur tanda dan petanda. Kompleksitas bahasa seperti olahraga yang mempunyai aturan permainan masing-masing. Dalam aturan permainan tersebut akan ditemukan pola bentuk kehidupan.Pemikir Austria, Ludwig Wittgenstein dalam bukunya Tractacus Logico-Philosophicus memetakan bahwa bahasa berkelindan dengan pola aktivitas dan karakter manusia. Makna bahasa melalui pemrosesan ekspresi kebersamaan dan kodrat penggunaan bahasa.

Rasanya Soekarno paham mengenai hal tersebut, sehingga memfungsikan dirinya sebagai jembatan antara rakyat dengan elite politik melalui komunikasi berupa orasi hingga diplomasi.

Beranjak pada era sekarang, ketika bahasa juga berkembang seiring dengan perkembangan zaman yang kian terbuka. Ada juru bahasa isyarat yang merupakan "orator-orator senyap", yang ulung. Para juru bahasa isyarat ini bertugas untuk membahasakan apa yang kadang tak dapat diterjemahkan. Juru bahasa isyarat menjadi jembatan melalui sistem tanda gerak atau isyarat untuk komunikan para penyandang tuli.

Kemunculan bahasa isyarat pertama kali tak dapat dilepaskan dari peran filsuf Yunani kuno, Plato yang menyiratkan bahwa sekiranya tidak bisa melakukan komunikasi verbal dengan penanda suara maka dapat menggunakan isyarat melalui gerak tangan, kepala atau anggota badan lainnya.

Pada tahun 2021 dalam data yang dimuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah terdapat 300 jenis bahasa isyarat yang berbeda di seluruh belahan dunia. Di Indonesia terdapat dua jenis bahasa isyarat yaitu bahasa isyarat Indonesia (Bisindo) dan bahasa isyarat buatan atau sistem bahasa isyarat Indonesia (SIBI).

Semakin keterbukaan dan penyamaan hak asasi manusia terhadap penggunaan bahasa isyarat juga sudah diterapkan di event-event olahraga tak terkecuali Pekan Paralimpiade Nasional (XVII) Solo 2024.

Kehadiran dari juru bahasa isyarat, yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi, di gelaran Peparnas edisi ke-17 ini tentu menjadi akses inklusif bagi penyandang tuli.

Dalam acara konferensi pers jelang upacara pembukaan Peparnas XVII Solo 2024 di Hotel The Royal Surakarta Heritage, Solo, Jawa Barat, Minggu (06/10), di sudut ruangan terdapat juru bahasa isyarat, Dian Laila yang jauh terlihat sibuk dibandingkan dengan wartawan-wartawan di sana yang menghadap layar laptop.

Dian Laila bekerja dalam senyap namun harus bergerak cepat dan cermat memastikan setiap yang dibicarakan dalam konferensi pers tersebut dalam bentuk tanda isyarat tak salah dan dapat tersampaikan. Ini merupakan pengalaman pertama bagi Dian, sapaan akrabnya, dalam menerjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa isyarat di sebuah ajang olahraga.

Meski baru pertama kali, Dian tampak tak menemui keraguan ataupun grogi selama menjalankan tugasnya di konferensi pers jelang pembukaan ajang yang telah enam kali berlangsung di kota Solo tersebut.

Seusai bertugas memberikan pesan inklusif bagi penyandang tuli, Dian mengungkapkan bahwa sebelumnya kerap bertugas di sejumlah event kebudayaan di Surakarta dan diperbantukan pada event atau kegiatan pemerintahan.

Kategori :

Terkait