Pakar Hukum: Calon Kepala Daerah yang Mencatut NIK Harus Didiskualifikasi

Senin 14 Oct 2024 - 21:46 WIB
Reporter : Muhammad Akta
Editor : Muhammad Akta

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Titi Anggraini, Pakar Hukum dari Universitas Indonesia, menegaskan bahwa calon kepala daerah yang terbukti mencatut nomor induk kependudukan (NIK) seharusnya didiskualifikasi dari kontestasi pemilu.

Menurutnya, pencatutan NIK adalah tindakan kriminal yang tidak bisa diabaikan.

"Jika ada yang mencatut NIK, itu sudah termasuk kejahatan. Tindakan tersebut tidak hilang meski calon tersebut telah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU," ungkap Titi di Jakarta, Senin.

BACA JUGA:Tak Serahkan LADK, 6 Parpol Terdiskualifikasi Jadi Peserta Pemilu, Ini Daftarnya

BACA JUGA:Bila Telat Mengumpulkan LADK, PSI Terancam Sanksi Diskualifikasi

Ia menjelaskan bahwa dalam validasi data NIK dari calon perseorangan, KPU menerapkan pendekatan sensus.

Apabila satu NIK terbukti diperoleh secara ilegal, calon tersebut wajib diberikan sanksi diskualifikasi.

Titi menambahkan, rekomendasi diskualifikasi harus datang dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebelum dieksekusi oleh KPU.

"Mencatut NIK berarti telah melakukan manipulasi dan penyalahgunaan data pribadi masyarakat," tegasnya.

Selain itu, ia menyarankan agar partai politik yang terlibat dalam pencatutan NIK juga dikenakan sanksi.

Salah satu bentuk sanksi yang diusulkan adalah larangan bagi partai tersebut untuk ikut serta dalam pemilu di daerah pemilihan (dapil) yang bersangkutan.

"Sanksi administratif dapat berupa larangan menjadi peserta pemilu di dapil tersebut," tuturnya.

Titi juga menyayangkan adanya toleransi yang sering diberikan kepada pelaku pencatutan NIK, terutama dalam konteks pemilu.

Menurutnya, masyarakat yang terdampak sering mengalami kesulitan, seperti tidak bisa mendaftar sebagai CPNS atau menjadi petugas KPPS karena terdaftar sebagai afiliasi partai politik.

"Saya sangat prihatin tentang masalah ini. Terlalu banyak alasan untuk mengabaikan kejahatan yang jelas-jelas merugikan banyak orang," pungkasnya. (*)

Kategori :