Nantinya, tugu jam tersebut akan dikembalikan ke lokasi semula dan akan tersambung dengan struktur stasiun Thamrin.
Pemindahan objek cagar budaya itu dilaksanakan pada Desember 2021. Pemindahan dibagi menjadi tiga bagian, diangkat, dan ditempatkan di area penyimpanan sementara.
Ditekankan pentingnya ketelitian dalam pemindahan, mengingat usia dari Tugu Jam Thamrin yang dibangun pada 1969 dan menjadi tugu jam pertama yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Terlebih, proses pengangkatannya pun tidak sembarangan. Pihaknya mengangkatnya satu per satu sesuai dengan prosedur atau tata cara yang sudah disetujui Dinas Kebudayaan DKI.
PT MRT Jakarta (Perseroda) berencana memindahkan kembali Tugu Jam Thamrin ke lokasi semula, tepatnya di perempatan antara Jalan MH. Thamrin dan Jalan Kebon Sirih pada 2026 sehubungan adanya pembangunan jalur MRT Fase 2A Bundaran HI-Kota.
Selain itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional Junus Satrio Atmodjo mengatakan rel trem peninggalan Belanda yang ditemukan dalam proyek pembangunan MRT Fase 2A merupakan yang tertua di Indonesia.
Arkeolog yang menjadi konsultan dalam proyek MRT Fase 2A tersebut mengatakan rel kereta pertama dalam sistem perkeretapian di Indonesia itu dibangun pada 1869, yang menghubungkan Kota Semarang dengan Stasiun Tanggung.
Junus menjelaskan meski trem listrik di Jakarta sudah tidak digunakan lagi, rel trem tersebut tidak pernah dihapus dan dihilangkan, tetapi dibenamkan di bawah jalan.
Ia mengatakan sudah memperkirakan akan ditemukan rel trem dalam proyek pembangunan stasiun dan jalur kereta bawah tanah MRT Glodok-Kota.
Sementara, Guru Besar dari Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Cecep Eka Permana mengingatkan PT MRT Jakarta (Perseroda) untuk lebih berhati-hati saat mengeksekusi rute MRT Fase 2A yaitu Bundaran HI-Kota karena di Kota masih banyak kemungkinan temuan arkeologi dari abad ke-16.
Di wilayah Kota, penanganan juga harus penuh kehati-hatian karena struktur wilayah pasti masih ada yang terpendam di dalam tanah sampai kedalaman 5 meter pun masih ada struktur-struktur yang harus diperhatikan.
Selain karena dilalui oleh bangunan bernilai historis tinggi, pengerjaan proyek yang berada di ring satu atau kawasan vital negara ini juga harus memperhatikan perbedaan kontur tanah, terutama di utara Jakarta yang dianggap lebih rentan terjadi penurunan muka tanah.
Oleh sebab itu, harus penuh perhitungan dalam pengerjaannya agar tidak terjadi penurunan struktur bangunan, mengingat seluruh pembangunan stasiun dikerjakan di bawah tanah (underground).
MRT Jakarta memastikan untuk memasang penahan tanah (sheet pile) dan survei sebelum melakukan konstruksi (pre-construction survey) untuk melihat apakah bangunannya akan terdampak miring atau tidak.
Terlebih, selama masa konstruksi MRT berlangsung, PT MRT Jakarta memasang sensor khusus pada bangunan-bangunan cagar budaya yang ada di sekitar lokasi paket kontrak CP203.
Pemasangan sensor ini bertujuan untuk memantau kondisi bangunan cagar budaya selama masa konstruksi dan mencegah kerusakan akibat aktivitas konstruksi berlangsung.