JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Dr. Phoebe Williams, dokter spesialis pediatri dan penyakit menular dari Australia, menekankan pentingnya akses skrining sifilis yang mencakup 95 persen populasi wanita untuk mencegah penularan sifilis dari ibu ke bayi, yang dikenal sebagai sifilis kongenital.
"Kita perlu menjangkau skrining sifilis secara luas, termasuk untuk wanita tanpa gejala, karena mereka dapat berisiko menularkan penyakit ini kepada bayi," ujarnya dalam kuliah umum di Universitas Indonesia, yang disiarkan secara virtual di Jakarta.
Dr. Williams juga mendorong pelayanan kesehatan selama masa kehamilan untuk mencapai 95 persen ibu hamil di suatu negara.
BACA JUGA:Cegah Penyakit Menular, Lapas Muara Bungo Lakukan Skrining TB Paru
BACA JUGA:Dokter Ingatkan Virus Mpox Dapat Menular Melalui Kontak Seksu
"Perempuan yang terdeteksi positif sifilis harus mendapatkan akses layanan kesehatan yang memadai, termasuk pengobatan dengan penisilin," tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa pencapaian target ini bergantung pada ketersediaan dan aksesibilitas layanan skrining dan pengobatan.
Beberapa negara di Asia dan Afrika, seperti China, Thailand, Aljazair, dan Ethiopia, telah mencapai tingkat akses penanganan sifilis yang memadai.
Namun, ia mencatat bahwa meskipun tingkat skrining tinggi, banyak negara masih mengalami masalah dalam ketersediaan obat penisilin bagi wanita.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga mengajak masyarakat untuk setia kepada pasangan dan menghindari perilaku seks yang berisiko guna mencegah penyebaran sifilis.
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, mengingatkan bahwa sifilis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum.
BACA JUGA:Mitos atau Fakta, Bau Badan Seseorang Bisa Menular ke Orang Lain?
BACA JUGA:Kemenkes : Kondom Cegah Penyakit Menular Seksual Sampai 90 Persen
Penularan sifilis tidak hanya terjadi melalui hubungan seksual, tetapi juga dapat ditularkan dari ibu ke anak selama kehamilan.
Syahril juga menekankan pentingnya penggunaan pengaman saat berhubungan seksual, serta menghindari perilaku berisiko seperti hubungan seksual anal atau oral tanpa perlindungan. (*)