JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa batas maksimum jangka waktu untuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) kini ditetapkan lima tahun, termasuk dalam kasus perpanjangan kontrak.
Putusan ini merupakan interpretasi baru dari Pasal 56 ayat (3) pada Pasal 81 angka 12 dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang dikabulkan oleh MK dalam sidang Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023.
"Pasal 56 ayat (3) tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat, kecuali dimaknai sebagai: jangka waktu maksimum PKWT adalah lima tahun, termasuk dengan perpanjangan," ungkap Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta.
BACA JUGA:MMKSI Resmikan Fasilitas Mitsubishi Motors Training Center Terbesar di ASEAN
BACA JUGA:Pemkab Muaro Jambi Luncurkan Program ISKREM untuk Hapus Kemiskinan Ekstrem
Pasal yang diajukan sebelumnya menyebutkan bahwa durasi PKWT ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menilai bahwa posisi tawar pekerja atau buruh masih lemah dibandingkan pengusaha, sehingga perlu ada ketentuan hukum di tingkat undang-undang untuk melindungi hak-hak pekerja.
Dengan demikian, MK menegaskan bahwa ketentuan jangka waktu PKWT harus diatur melalui undang-undang, bukan melalui aturan turunan atau kesepakatan tersendiri antara pihak yang terlibat.
“Peraturan mengenai batas waktu PKWT merupakan ketentuan esensial yang wajib diatur dalam undang-undang, sehingga setiap perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja harus sesuai dengan norma dalam undang-undang,” jelas Hakim Konstitusi Arsul Sani saat membacakan pertimbangan hukum MK.
Meski demikian, MK menyatakan bahwa penentuan jangka waktu PKWT sebenarnya termasuk dalam kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang berada di bawah wewenang pembuat undang-undang.
Namun, posisi pekerja dalam perjanjian kerja ini dianggap tidak setara dengan pengusaha, sehingga MK menilai Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 UU Nomor 6 Tahun 2023 berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi pekerja.
Dengan demikian, sebelum Pasal 81 angka 12 UU Cipta Kerja direvisi, jangka waktu PKWT akan tetap maksimal lima tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.
Selain itu, MK menegaskan pentingnya agar PKWT dibuat secara tertulis demi perlindungan hak pekerja, termasuk batas waktu dan ketentuan penyelesaian kontrak.
Menyesuaikan hal ini, MK merevisi Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13 pada UU Cipta Kerja agar berbunyi: "Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan bahasa Indonesia dan menggunakan huruf latin."
Perkara ini diajukan oleh Partai Buruh bersama beberapa konfederasi serikat pekerja, yaitu Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dengan total 71 poin permohonan yang mencakup ketentuan mengenai tenaga kerja asing, PKWT, pekerja alih daya, cuti, upah minimum, pemutusan hubungan kerja, uang pesangon, dan hak lainnya. (*)