Robert K. Merton dan Harriet Zuckerman(1968),mengemukakan bahwaEfek Matthew ini memunculkan gagasan bahwa orang kaya semakin kaya dan orang miskin akan tambah miskin.
Namun, bagaimana kita menerapkannya pada perkembangan individu?
Ketika anak-anak gagal dalam membaca dan menulis di usia dini, mereka bakal tidak suka membaca dan menulis. Akibatnya, mereka membaca lebih sedikit daripada teman sekelas mereka yang lebih pandai membaca.
Dalam bidang pendidikan, siswa yang gemar membaca sejak dini cenderung menjadi siswa yang lebih sukses dalam jangka panjang. Dalam bidang penelitian, ilmuwan terkenal lebih banyak mendapat penghargaan atas karya mereka daripada karya serupa yang dilakukan oleh ilmuwan yang kurang terkenal.
Menyadari masih rendahnya nilai literasi dan numerasi, pemerintah sejak tahun 2021 berupaya meningkatkan nilai literasi dan numerasi melalui ANBK atau Asesmen Nasional Berbasis Komputer.
Hal ini dilakukan dengan beberapa tujuan, di antaranya adalah mengevaluasi mutu pendidikan di setiap sekolah, mengembangkan kompetensi siswa, memperbaiki kebijakan pendidikan dan meningkatkan kualitas pengajaran, yang dilaksanakan dengan menggunakan komputer secara daring dan semi daring.
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dilakukan untuk mengukur tingkat literasi membaca dan literasi matematika (numerasi) murid. Soal-soal yang diberikan menuntut peserta untuk berpikir kritis dan menggunakan penalaran untuk menjawabnya, bukan hanya sekedar menghafal apa yang ada pada buku pelajaran.
Dengan asesmen AKM ini, setiap satuan pendidikan akan bisa mengetahui rata-rata kemampuan literasi dan numerasi siswa di sekolahnya.
Namun, upaya ini harus dilengkapi dengan pendekatan yang lebih menyeluruh dan berkelanjutan. Pendidikan literasi dan numerasi tidak cukup dilakukan hanya melalui asesmen tahunan yang bersifat diagnostik. Harus ada upaya nyata yang menyentuh akar masalah, mulai dari kualitas pembelajaran di ruang kelas hingga ekosistem pendidikan yang mendukung perkembangan anak secara menyeluruh.
Langkah berikut yang dapatdiambil adalah memperkuat metode pembelajaran. Guru harus memiliki akses ke strategi pengajaran yang inovatif dan berbasis kebutuhan individu siswa. Tidak semua anak belajar dengan cara yang sama, sehingga pendekatan personalisasi dalam pengajaran menjadi kunci. Anak-anak yang mengalami kesulitan membaca atau memahami angka memerlukan bimbingan khusus yang relevan dengan tingkat kemampuan mereka. Penggunaan alat bantu belajar yang interaktif, seperti permainan edukatif atau media digital, dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik dan efektif.
Selain itu, keterlibatan komunitas dan orang tua dalam pendidikan literasi dan numerasi juga sangat penting. Banyak penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan dukungan belajar di rumah cenderung lebih berhasil di sekolah. Oleh karena itu, program pendidikan harus dirancang untuk memberdayakan orang tua agar dapat menjadi mitra aktif dalam proses belajar anak-anak mereka. Workshop bagi orang tua, buku panduan sederhana, atau platform digital yang memungkinkan kolaborasi antara guru dan orang tua dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di luar sekolah.
Tidak kalah penting, para guru juga harus dibekali dengan pelatihan intensif yang memperkuat kemampuan mereka dalam mengajarkan literasi dan numerasi secara interaktif dan kontekstual. Pelatihan ini harus berfokus pada cara menghadapi tantangan pembelajaran di kelas yang heterogen, di mana setiap siswa memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Guru juga perlu memahami bagaimana membuat literasi dan numerasi relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga mereka bisa melihat manfaat praktis dari apa yang mereka pelajari.
Teknologi juga dapat menjadi katalisator dalam upaya ini. Di era digital, akses ke bahan belajar berkualitas tidak seharusnya menjadi penghalang, bahkan untuk daerah-daerah terpencil. Platform e-learning, aplikasi pendidikan, dan konten digital yang dapat diakses melalui perangkat sederhana seperti smartphone dapat memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak untuk belajar. Selain itu, teknologi juga dapat membantu guru melacak perkembangan siswa secara lebih efisien dan memberikan intervensi yang tepat waktu ketika diperlukan.
Beberapa pendekatan inilah yang selama ini dilakukan oleh Tanoto Foundation melalui program PINTAR.
Dengan strategi yang holistik ini, kita tidak hanya memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal, tetapi juga menciptakan peluang yang lebih besar bagi generasi mendatang untuk melampaui batasan mereka. Kita ingin melihat anak-anak Indonesia tidak hanya mampu membaca dan menghitung, tetapi juga memiliki kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berinovasi.
Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki literasi dan numerasi bagi anak didik.Jika kita mampu mewujudkan hal ini, bukan tidak mungkin kita akan melihat lebih banyak "Thomas Edison" dari Indonesia—generasi yang tidak hanya mengatasi tantangan, tetapi juga membawa perubahan besar bagi dunia.(Penulis adalah Project Manajemen Unit Tanoto Foundation)