Kampus itu begitu besarnya sampai sebagian masuk wilayah kota Champaign, sebagian lagi masuk wilayah kota Urbana.
Dulu Sri Mulyani di kampus selatan --untuk studi ekonomi dan sosial. Lima mahasiswa yang memperkenalkan diri tadi di kampus utara --berbagai macam studi teknik. Dua kampus itu hanya dipisahkan jalan besar.
Yang di utara itu pun juga masih dipisah-pisahkan banyak jalan besar --ada yang utara dekat dan utara jauh. Utara barat dan utara timur.
Dari Chicago saya diantar ke kampus itu oleh Stevanus Nugroho dan istrinya, Monchie. Mereka sudah lebih 30 tahun tinggal di Chicago.
Sebelum itu pun Stevanus sudah enam tahun di Amerika: kuliah teknik elektro di salah satu universitas di Ohio.
Saya diminta tinggal di rumahnya yang besar di kota Chicago. Halaman belakangnya indah dan luas. Tiga anaknya sudah punya rumah sendiri-sendiri. Di garasinya ada tiga mobil, salah satunya mobil listrik mewah: Porsche.
Saya beruntung bertemu lima orang itu. Aicha yang memilih di restoran apa kami makan. Ternyata dia juga yang sudah lebih dulu membayarnya.
Lebih beruntung lagi ada Siti Fauziyah yang sedang mendalami entomology. Dia ternyata sudah dipercaya untuk memegang kunci banyak ruang laboratorium di universitas itu. Berarti Fauziyah digolongkan seorang peneliti yang sangat serius. Suka hidup di laboratorium. Dia juga menjadi asisten pengajar di kampus yang begitu hebat.
Kami pun diajak ke satu gedung. Lima atau enam lantai. Isinya lab semua. Salah satunya adalah lab di mana teknologi MRI ditemukan di universitas ini. Masih ada model-model MRI di awal penelitiannya di situ.
Lalu kami dibawa masuk ke lab partikel material. Lab coating. Lab tentang cara kerja otak. Lab microskop. Dan banyak lagi.
Fauziyah juga mengajak kami ke gedung lain. Melewati taman-taman, halaman, dan jalan aspal. Langkah Fauziyah cepat sekali. Sudah seperti orang Amerika.
Total, empat gedung yang kami masuki. Terpisah jauh-jauh. Semuanya lab. Yang terakhir adalah lab penelitian serangga. Fauziyah akan menjadi doktor serangga. Khususnya capung.
masih di Kebumen, masih di SMA, Fauziyah terpana akan capung. Hari itu hujan lebat. Hujan angin. Seekor capung terbang di tengah badai. Terlihat kuat terbang melawan angin. Sayapnya tidak menjadi berat karena basah.
Ketika kuliah di jurusan biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fauziyah bertemu profesor tamu dari Finlandia. Dia diskusikan capung itu. Setelah sang profesor pulang kampung, Fauziyah ditelepon: boleh mendalami capung di Finlandia selama enam bulan.
Ketika SMP di Kebumen itu Fauziyah tinggal di pondok pesantren --untuk belajar agama. Pun ketika masuk SMA di Yogyakarta dia tinggal di pondok.
Melihat capung nan sakti, critical thinking Fauziyah berputar. Dia tidak bersikap pupus ”itu keajaiban dari Allah”. Dia berpikir dan bertanya-tanya: ada unsur apa di sayap capung sampai kalis pada air. Lalu: pergerakan sayap seperti apa yang membuatnya mampu terbang melawan badai.