JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Kepala Divisi Propam Polri Irjen Pol. Abdul Karim menyatakan bahwa aturan penggunaan senjata api (senpi) oleh personel kepolisian sudah jelas dan tepat, namun hanya perlu dioptimalisasi.
Menurutnya, aturan yang ada sudah mencakup segala hal terkait penggunaan dan pengelolaan senpi, dan yang perlu dilakukan saat ini adalah meningkatkan mekanisme penerapannya.
“Penerapan aturan penggunaan senpi sudah jelas dan tepat, tinggal optimalisasi saja,” kata Abdul Karim ketika dihubungi di Jakarta pada Senin.
Ia menambahkan bahwa optimalisasi tersebut akan kembali bergantung pada mekanisme yang diterapkan oleh Kapolda di masing-masing daerah.
BACA JUGA:Terancam 12 Tahun Penjara, Polisi Tetapkan 10 Tersangka
BACA JUGA:Polri Tegas, Pelaku Penembakan Polisi di PTDH
Pernyataan Kadiv Propam Polri ini disampaikan sebagai respons terhadap pengetatan aturan penggunaan senpi setelah terjadinya insiden penembakan yang melibatkan oknum polisi, AKP Dadang Iskandar, yang menembak rekan sejawatnya, Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar, di Polres Solok Selatan.
Insiden tersebut terjadi pada dini hari 22 November 2024, di mana AKP Dadang menembak Kompol Ulil karena diduga tidak terima korban menangkap orang yang terlibat dalam tambang ilegal.
Saat kejadian, AKP Dadang menjabat sebagai Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Solok Selatan, sementara Kompol Ulil adalah Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Solok Selatan.
Saat ini, Divisi Propam Polri bersama dengan Itwasum Polri sedang memberikan asistensi dalam penanganan kasus tersebut.
Penggunaan senpi oleh petugas kepolisian sendiri diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkapolri), khususnya dalam Pasal 47 Nomor 8 Tahun 2009.
Berdasarkan peraturan tersebut, penggunaan senjata api oleh petugas hanya diperbolehkan dalam kondisi luar biasa, untuk membela diri dari ancaman kematian atau luka berat, membela orang lain dari ancaman yang sama, serta mencegah terjadinya kejahatan berat yang membahayakan jiwa.
Senjata api juga diperbolehkan untuk digunakan oleh petugas guna menahan, mencegah, atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa, terutama dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk menggunakan langkah-langkah yang lebih lunak. (*)