JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI memastikan tak perlu ada evakuasi warga negara Indonesia di Korea Selatan menyusul pulihnya situasi keamanan di Seoul, Korea Selatan, usai dicabutnya pernyataan darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol.
“KBRI Seoul telah memiliki rencana kontingensi sesuai dengan prosedur yang ada, dan kami pun melihat tak ada urgensi untuk mengevakuasi WNI dari Korea Selatan,” kata Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI, Judha Nugraha kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/12) kemarin.
Pulihnya keamanan di Seoul itu terlihat dari aktivitas masyarakat setempat maupun pelayanan di KBRI Seoul yang sudah berjalan seperti biasa. Belum ada pula laporan terjadinya gangguan lanjutan, seperti pada sektor penerbangan.
Meski demikian, Kemlu RI maupun KBRI Seoul terus memantau dari dekat situasi politik dan keamanan di Korea Selatan serta keselamatan WNI di negara tersebut. KBRI Seoul senantiasa mengingatkan WNI untuk menghindari titik-titik demonstrasi dan konsentrasi massa serta tidak ikut-ikutan dalam proses politik setempat, kata dia.
Apabila menemui permasalahan, WNI di Korea Selatan juga diimbau segera menghubungi KBRI Seoul melalui hotline PWNI dengan nomor +82-10-5394-2546.
Presiden Yoon Suk Yeol secara mendadak mengumumkan darurat militer di Korea Selatan pada Selasa (3/12) sekitar pukul 22:30 malam waktu setempat usai menuduh pihak oposisi melakukan "kegiatan anti-negara yang mengarah ke pemberontakan". Pernyataan tersebut sontak memicu reaksi keras di hampir semua golongan masyarakat Korsel, dan ribuan orang di Seoul langsung bergerak ke Gedung Majelis Nasional untuk menentang darurat militer meski menghadapi blokade pasukan keamanan.
Pada Rabu (4/12) pagi, Presiden Yoon pun mengumumkan pencabutan darurat militer setelah anggota Majelis Nasional pada tengah malam mengesahkan mosi untuk memblokir pernyataan darurat militer. Usai pencabutan status darurat, partai-partai oposisi mengajukan mosi untuk memakzulkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol ke Majelis Nasional. Usulan tersebut ditandatangani oleh 191 anggota parlemen oposisi. (ant)