Hal senada disampaikan Budi, pekerja sablon di kota Jambi, Ia mengatakan mengetahui adanya berita kenaikan PPN 12 persen tapi Ia tidak peduli.
"Kemarin Saya baca tentang itu, tapikan cuma untuk barang mewah," ujarnya.
Waktu dikatakan bahwa pulsa, mie instan juga dikenakan pajak 12 persen, Ia malah berkelit bahwa itu tidak benar.
"Menteri Keuangan bilang cuma barang mewah dan premium saja, mie dan pulsa itu bukan barang mewah. Kalau mobil mungkin lah," ujarnya dengan sangat yakin.
Ia juga juga tidak kawatir jika kenaikan PPN manjadi 12 persen ini akan mengakibatkan inflasi di masyarakat.
"Aku dak kawatir inflasi bang, aku punyo hutang, otomatis hutang aku jadi kecik," kilahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Sudirman menyatakan prinsipnya apa yang diatur pusat harus dijalankan Pemda.
"Kalau sudah perintah harus dijalankan, tak ada jalan lainnya. Apalagi sudah dibarengi dengan regulasi. Jadi, sudah harus jalan (Januari 2025)," sebutnya.
Adapun sejauh ini Ia menyebut regulasi tertulis ini belum sampai ke Pemprov Jambi.
Pada tahun 2024 sendiri PPN berada pada angka 11 persen. Atau naik 1 persen menjadi 12 persen pada tahun mendatang.
Ia menyatakan nantinya PPN seperti akan berdampak pada beberapa sisi yang selama ini termasuk objek PPN.
"Seperti pendapatan daerah, gaji, honor dan lainnya akan terdampak, dan pekerjaan (kegiatan)," ucap Sudirman.
Sementara itu, Pakar Ekonomi Jambj Prof. Hariyadi, SE,MMS menyatakan dengan bertambahnya PPN ini berkemungkinan memberikan beban kepada masyarakat karena biasanya Pajak barang dikenakan pada konsumen atau pembeli barang terakhir.
"Kalau terjadi tentu itu akan melemahkan daya beli masyarakat," sebutnya (20/12).
Oleh karena itu Ia memberikan pandangan, agar pemerintah betul-betul mengantisipasi hal itu.
"Dengan cara pemerintah mengendalikan kenaikan harga barang agar daya beli masyarakat jangan sampai turun," katanya. (*)