JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan penerbitan aturan terbaru terkait pembuatan faktur pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025.
Aturan ini, yang mulai berlaku pada 3 Januari 2025, mencakup ketentuan mengenai masa transisi serta prosedur pengembalian kelebihan pajak.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, penerbitan peraturan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada para pelaku usaha dalam menyesuaikan sistem administrasi mereka sesuai dengan ketentuan yang baru.
Masa transisi ini dimulai pada 1 Januari hingga 31 Maret 2025, yang memungkinkan pengusaha menyesuaikan faktur pajak yang mencantumkan tarif PPN 11 persen atau 12 persen tanpa dikenakan sanksi.
BACA JUGA:Pengusaha Sambut Positif Kebijakan Pemerintah Terkait PPN 12 Persen untuk Barang Mewah
BACA JUGA:Kenaikan PPN 12 Persen Berdampak pada Kendaraan Mewah, Ini Jenis Kenderaan Terdampak
"Selama masa transisi ini, faktur pajak yang menggunakan tarif 11 persen maupun 12 persen atas barang selain barang mewah tetap dianggap sah. Hal ini memberikan waktu yang cukup bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan diri," kata Dwi Astuti dalam keterangan resminya.
Penerapan tarif PPN 12 persen yang baru ini hanya berlaku untuk barang-barang mewah, yang tercatat dalam kategori barang kena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Untuk barang non-mewah, tarif PPN yang dikenakan tetap 11 persen, meskipun dalam penghitungan pajaknya menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) dengan nilai yang disesuaikan, yaitu 11/12 dari harga impor, harga jual, atau penggantian.
Namun, di tengah masa transisi, jika terjadi kesalahan pemungutan PPN lebih tinggi dari seharusnya — seperti barang non-mewah yang dikenakan tarif 12 persen alih-alih 11 persen — pembeli berhak untuk meminta pengembalian lebih bayar.
Dalam hal ini, penjual sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib mengganti faktur pajak yang keliru dan memproses pengembalian dana kepada pembeli.
Aturan ini dikeluarkan seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur tentang pengenaan tarif PPN terhadap barang-barang mewah.
Menurut PMK tersebut, barang yang tergolong mewah dan dikenakan tarif PPN 12 persen termasuk kendaraan bermotor serta barang lainnya yang sebelumnya telah dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pemerintah menggunakan skema DPP nilai lain, yang disebutkan dalam Pasal 8A UU PPN, untuk barang non-mewah. Hal ini dimaksudkan agar tarif PPN 12 persen dapat dipungut dengan tarif efektif 11 persen.
Ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menyederhanakan sistem perpajakan dan menjaga daya beli masyarakat.
Meskipun kebijakan ini memberikan keuntungan bagi sebagian besar pelaku usaha dengan waktu penyesuaian yang cukup, pemerintah tetap mengingatkan agar pelaku usaha mematuhi prosedur yang berlaku, terutama dalam hal pengembalian lebih bayar bagi konsumen. (*)