Kolaborasi Para Pihak
Sebagai kota pertama di Indonesia yang memiliki peta jalan mengurangi emisi karbon di wilayahnya, IKN tidak dapat berjalan sendiri untuk menjadi kota hijau dicintai oleh seluruh elemen masyarakat. Tidak hanya dari sektor swasta, komunitas di akar rumput juga memiliki kontribusi penting mewujudkan rencana-rencana yang tertuang di RLDC.
Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan SDA OIKN Myrna Safitri menekankan bahwa RLDC sendiri memiliki sifat inklusif, yang dalam pelaksanaannya tidak hanya dilakukan oleh OIKN, tapi juga semua pihak yang beraktivitas di IKN. Termasuk masyarakat adat yang berada di wilayahnya dan warga baru yang akan tinggal di sana.
"Yang penting sebenarnya ketika kita berbicara RLDC ini bukan hanya ada policy, bukan sekadar ada program karena hal ini kan soal mindset dan gaya hidup," tuturnya di sela-sela acara COP28.
Beberapa target dalam RLDC memang membutuhkan kolaborasi dari masyarakat untuk menyukseskannya, termasuk pengelolaan sampah dan limbah. Dengan ditargetkan 60 persen daur ulang sampah di IKN menggunakan pendekatan ekonomi sirkular yaitu reduce, reuse, dan recycle (3R) serta 40 persen diolah kembali menjadi produk.
Begitu juga dengan sektor agrikultur yang akan menggunakan praktik berkelanjutan seperti penggunaan biochar, yaitu pembenah tanah hasil konversi dari limbah organik. Akan dilakukan juga praktik pertanian regeneratif dan agroforestri di beberapa kawasan hutan terdegradasi.
Untuk itu, perubahan pola pikir dan gaya hidup perlu menjadi sesuatu yang permanen. Salah satunya dengan pendekatan melalui sosialisasi dari tokoh agama dan masyarakat.
Ketua Pimpinan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup (LPLH) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hayu Prabowo mengatakan perlunya membumikan isu krisis iklim dan deforestasi di tingkat tapak. Di situlah terdapat peran umat beragama.
Melalui rumah-rumah ibadah, para tokoh agama dapat terus menggaungkan pesan untuk menjaga lingkungan di Tanah Air, termasuk secara khusus untuk mendorong kondisi Nusantara yang lebih baik, agar sampai ke berbagai lapisan masyarakat apapun agamanya.
"Karena mereka ada di tingkat tapak, maka bagaimana kita memperkuat di tingkat tapak," ujar Hayu.
Dukungan juga datang dari komunitas internasional, termasuk Bank Pembangunan Asia (ADB) yang mendukung pembangunan Nusantara menjadi kota nol emisi karbon.
Direktur Jenderal ABD untuk Asia Tenggara Winfried Wicklein menyoroti pentingnya peran pemerintahan sub-nasional seperti kota untuk mendukung pencapaian target iklim nasional, terutama untuk membangun komunitas yang memiliki resiliensi menghadapi perubahan iklim.
Pihaknya mendukung dalam perencanaan Nusantara menjadi kota hijau dan mobilisasi sektor finansial khususnya dari pihak-pihak swasta, membantu mengidentifikasi kesempatan kolaborasi pemerintah dan swasta.
Dengan berbagai bentuk dukungan tersebut, kolaborasi dari masyarakat di akar rumput, berbagai lembaga keagamaan, sektor swasta, dan komunitas internasional maka hal itu dapat mewujudkan komitmen IKN dalam mewujudkan kota nol emisi karbon yang dimiliki dan dicintai oleh semua masyarakat. (ant)