Mereka sudah lebih sibuk lirik-sana-lirik-sini. Sambil sembunyi-sembunyi: cari cantolan baru.
Yang lebih melemahkan lagi: semua birokrasi akan lebih hati-hati. Tidak mau salah ambil keputusan. Tidak berani tanda tangan yang mengandung risiko.
Mereka juga lebih berani menolak perintah atasan. Setidaknya ngelesi. Muter-muter. Mungkin masih terlihat takut pada atasan tapi itu pura-pura. Gerak pun kian lambat.
Atasan memerintahkan A, bawahan pura-pura salah dengar. Capaian target bisa meleset.
Satu kalimat Megawati tersebut belum bisa membuat kerbau itu berjalan lagi.
Kalimat Megawati itu sangat menenangkan tapi belum bisa jadi cambuk untuk menggerakkan mereka. Tidak akan ada cambuk. Model apa pun. Siklus lame duck itu sudah seperti menjadi sunnatullah. Itulah salah satu kelemahan sistem demokrasi.
Apakah majunya Gibran ke gelanggang akan menjadi jaminan bahwa atasan mereka tidak akan berubah? Lalu merasa ''pelindung'' mereka akan tetap sama?
Tentu. Kalau Prabowo-Gibran menang. Dan mereka tetap kompak. Tidak ada yang berkhianat. Teguh pada janji.
Birokrasi punya wataknya sendiri.(Dahlan Iskan)