"Membuat layang-layang adalah keahlian kami. Saya telah bekerja di pabrik selama 20 tahun, dan rata-rata, saya dapat memproduksi 300 layang-layang per hari, dengan gaji bulanan sebesar 4.000 yuan," kata Wang Fengling (52), seorang warga desa.
Selain mewariskan keterampilan manufaktur tradisional, perusahaan-perusahaan di desa tersebut juga menyuntikkan vitalitas baru ke dalam industri layang-layang.
"Kami mengintegrasikan teknologi modern seperti suara dan cahaya ke dalam layang-layang tradisional berangka bambu, serta memproduksi layang-layang 3 dimensi (3D), menjadikan industri layang-layang di Desa Wangjiazhuangzi lebih dinamis," kata Wang Tieyuan, sekretaris asosiasi industri layang-layang setempat.
Dalam beberapa tahun terakhir, di desa tersebut banyak perusahaan yang menggunakan material ramah lingkungan untuk membuat layang-layang dan mengembangkan lini produksi, sekaligus meningkatkan efisiensi.
Selain itu, perusahaan layang-layang juga terjun ke dalam sektor e-commerce. "Sekitar 80 persen pabrik layang-layang di desa ini sudah membuka toko online. Pendapatan penjualan dari e-commerce melalui siaran langsung daring pada 2023 mencapai hampir 100 juta yuan," kata Wang Zhenhua.
Industri layang-layang yang berkembang pesat juga menarik minat generasi muda untuk kembali ke kampung halaman mereka, sehingga mendorong revitalisasi pedesaan di wilayah ini.
Zhang Yuhang kembali ke desa tersebut pada 2022 dan kini terlibat dalam sektor e-commerce layang-layang.
"Saya telah menjual layang-layang lokal kepada pelanggan di seluruh dunia melalui siaran langsung daring. Menyaksikan layang-layang dari kampung halaman saya terbang tinggi dan jauh, membuat saya merasa sangat puas," kata Zhang.
Sejauh ini, layang-layang dari Desa Wangjiazhuangzi telah diekspor ke lebih dari 50 negara dan kawasan, termasuk Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara Asia Tenggara. Volume penjualan layang-layang secara tahunan di desa itu mencapai hampir 100 juta yuan, dengan nilai output tahunan melampaui 500 juta yuan
Tahun ini, pendapatan tahunan per kapita penduduk desa mencapai 35.000 yuan.
Layang-layang Tiongkok
Layang-layang pada zaman kuno sering dipakai sebagai alat militer, misalnya dilayangkan di udara untuk menghitung jarak antara dua tentara atau digunakan untuk menyampaikan informasi militer. Pada masa Dinasti Tang, layang-layang berangsung-angsur berubah menjadi mainan yang semata-mata digunakan untuk rekreasi rakyat. Pada masa Dinasti Song abad ke-10, layang-layang disebarkan ke lebih banyak daerah, antara lain, Korea, Jepang dan Malaysia, kemudian layang-layang pun tersebar ke Eropa dan Benua Amerika. Di Eropa dan Benua Amerika, layang-layang berkembang ke arah wahana terbang. Pada akhirnya, dua pria bersaudara Wright Brothers berhasil membuat pesawat terbang pertama di dunia yang dapat terbang dengan awak. Di Museum Antariksa dan Penerbangan Washington Amerika terpasang sebuah layang-layang Tiongkok. Kata-kata di atasnya berbunyi: wahana terbang paling awal manusia adalah layang-layang dan roket buatan Tiongkok.
Perkembangan layang-layang Tiongkok mencapai masa emasnya pada masa Dinasti Ming dan Dinasti Qing, dua dinasti terakhir dalam sejarah Tiongkok yang berkuasa antara tahun 1368 dan 1911. Pada waktu itu, layang-layang baik dari bentuknya, maupun dari teknik pembuatan dan dekorasinya tampaknya cukup matang. Kerajinan tangan dan teknik pembuatan layang-layang pada masa itu berpadu sehingga dekorasi layang-layang menjadi semakin variasi. Alat pembuat bunyi di layang-layang juga mengalami perkembangan yang cukup besar. Peluit terbuat dari labu kendi dan buah ginko yang dipasang pada layang-layang dapat berbunyi nyaring dan didengar sejauh beberapa kilometer. Waktu itu kaum intelektual berkebiasaan membuat layang-layang sendiri untuk diberikan kepada sahabat sebagai hadiah atau cendera mata. Karya sajak dan gambar yang bertopik layang-layang pun bermunculan pada masa itu. Pengarang terkenal Cao Xueqin adalah salah seorang tokoh representatif pada waktu itu. Cao Xueqin dalam novelnya Impian Wisma Merah melukiskan dengan teliti bagaimana menerbangkan layang-layang. Selain itu, ia juga menulis buku tentang layang-layang. Dalam buku itu Cao Xueqin memperkenalkan 40 lebih cara pembuatan layang-layang.
Sejalan dengan jalannya sejarah, layang-layang Tiongkok berangsur-angsur membentuk gayanya sendiri.
Dilihat dari topiknya, layang-layang terbagi dalam tiga kategori, yaitu pertama, binatang, misalnya burung elang, pheniks, kupu-kupu, ikan emas, naga, halipan dan belibis. Kedua, tokoh dongeng legendaris, karya sastera atau opera tradisional. Misalnya Raja Monyet Sun Wukong, dewi langit, dan bocah gemuk membopong ikan besar. Ketiga, barang-barang keperluan sehari-hari, misalnya kipas, keranjang dan lampion bundar.
Dilihat dari gaya pembuatannya, layang-layang Tiongkok bermacam-macam dan sulit dihitung satu per satu. Di tempat-tempat yang terkenal dengan pembuatan layang-layang, antara lain, Beijing dan Tianjin di Tiongkok Utara, Sichuan di Tiongkok Barat Daya serta Shandong di Tiongkok Timur, layang-layang yang dihasilkannya mempunyai ciri khas sendiri. Misalnya Tianjin terkenal dengan layang-layang kawanan belibis, sedangkan Shandong terkenal dengan layang-layang "kepala naga tubuh halipan". Layang-layang itu bisa kecil sekali sehingga bisa dimasukkan dalam kotak mini, tapi juga bisa sebesar ratusan meter panjangnya dengan warna dan bentuknya berlainan. Pada tahun 1984, di Pekan Raya Layang-layang Internasional Weifang Shandong Pertama diterbangkan satu layang-layang "kepala naga dan tubuh halipan" yang mengagumkan, tinggi kepalanya 4 meter dan lebarnya 4 meter dengan diameter tubuhnya 1,2 meter. Panjangnya layang-layang itu tercatat 320 meter, merupakan layang-layang yang paling panjang di Tiongkok pada waktu itu.