Pun dua relawan MER-C yang mencoba bertahan di basement RS Indonesia. Mereka adalah Reza Aldila Kurniawan dan Fikri Rafiul Haq.
Reza asal Singkawang, Kalbar. Sudah 8 tahun di Gaza. Fikri asal Ciulengsi, Bogor. Dari pesantren Al Fatah. Keduanya juga mengungsi ke selatan.
Setelah semua orang mengungsi, RS kosong. Israel memang memberi ultimatum: semua orang Palestina harus mengungsi ke selatan. Gaza tengah dan utara akan digempur senjata.
"Kami memang minta, kalau merekan semua mengungsi, dua orang itu, harus ikut mengungsi," ujar dr Ben.
MER-C didirikan lima orang aktivis –empat di antaranya dokter. Termasuk dokter Jose Rizal dari UI dan dokter Ben dari Unsyiah. Dokter Jose Rizal, asal Sumbar, meninggal dunia beberapa tahun lalu.
Awalnya mereka adalah relawan yang terjun sebagai tenaga medis dalam konflik Ambon. Mereka umumnya para dokter lulusan Universitas Indonesia.
Setelah konflik teratasi, mereka membuat wadah itu: MER-C. Di tahun 1999. Anda sudah tahu, MER-C: singkatan dari Medical Emergency Rescue Committee.
"Kenapa ada tanda penghubung sebelum huruf C?"
"Itu agar kelihatan keren saja," ujar dr Ben lantas tersenyum. Pun ketika diucapkan, MER-C terdengar seperti nama mobil mewah.
"Sebenarnya ada usul nama-nama lain tapi kami sepakati yang MER-C," tambahnya.
Dari Ambon mereka mendapat keahlian penanganan medis di tempat yang gawat. Maka ketika terjadi Tsunami di Aceh (2004) MER-C juga terjun ke sana.
Dokter Ben sendiri orang Aceh. Lahir di Bireuen. Setamat SMAN 2 Banda Aceh ia masuk fakultas kedokteran Universitas Syiah Kuala. Lulus tahun 1998. Lalu merantau ke Jakarta.
Ayahnya pegawai kantor pajak di Aceh. Tapi sang ayah tidak pernah menjadikan pajak sebagai mata air kekayaan. Sang ayah pilih jadi air mata: sampai pensiun tidak punya rumah untuk keluarga.
Sang ayah husnul khatimah. Ia syahid: meninggal sebagai korban tsunami. Pun salah satu kakak dan keponakan kecilnya.
Waktu itu ayah-ibu dan kakak dr Ben sempat lari dikejar tsunami. Pun si kecil, anak sang kakak, berhasil digendong. Mereka menuju masjid di desa itu. Masjid berlantai dua.
Sang ibu lari sambil menggendong si kecil –umur 2 tahun. Diikuti kakak Ben, ayah si kecil.