Mengikat Peradaban Lampau, Menjaga Identitas Daerah

Selasa 20 Feb 2024 - 21:15 WIB
Editor : Adriansyah

Merajut Tradisi Warisan Lelulur di Kampung Tenun Samarinda

Di sebuah kampung tepian Sungai Mahakam angin berhembus semilir. Para perempuan di perkampungan ini tampak beraktivitas merajut benang-benang di atas alat tenun "Gedokan". Mereka mengayunkan alat itu dengan penuh asa guna menjaga tradisi, menghasilkan karya khas sarung Samarinda.

---

WAJAH Haninah (65), seorang perempuan perajin tampak berbinar. Dia tak lelah untuk menjaga kelestarian kain tenun khas Samarinda. Lebih dari 30 tahun hidupnya didedikasikan untuk melestarikan tradisi leluhur ini.

Di Kampung Tenun, Kecamatan Samarinda Seberang, Samarinda, tradisi menenun sarung bukan sekadar mengisi waktu luang, tetapi juga nadi kehidupan. Dari generasi ke generasi, perempuan di kampung ini mewariskan keahlian mereka, menenun benang-benang menjadi sebuah karya yang bermakna.

Di Ibu Kota Kalimantan Timur, Samarinda, yang dijuluki "Kota Tepian" ini, tak hanya menawarkan wisata susur Sungai Mahakam yang memesona. Tapi, di balik gemerlap modernitas, Samarinda menyimpan warisan budaya yang tak ternilai.

BACA JUGA:Pemkab Tanjabtim Validasi Data Kemiskinan Ekstrem

BACA JUGA:MESSI Bantah Hina China

Kampung Tenun membawa pengunjungnya menyelami jejak sejarah dan tradisi masyarakat Bugis yang telah mengakar selama ratusan tahun. Kampung ini didirikan oleh para bangsawan Bugis yang hijrah dari Kerajaan Bone dan Wajo pada abad ke-16 akibat peperangan dan penolakan mereka untuk tunduk kepada Hindia Belanda.

Memasuki Kampung Tenun Samarinda, pengunjung akan disuguhi dengan deretan rumah panggung tradisional yang dihiasi dengan corak khas kain tenun sarung Samarinda. Beberapa rumah warga juga memampang hasil karya yang disebut "Tajong Samarinda".  Tajong dibuat dengan ketekunan, juga ketelitian.

"Untuk menghasilkan satu helai kain, bisa 2-3 hari, tergantung kesibukan lain di rumah," ucap Makerena (55),  seorang perajin lainnya saat memintal benang.

Hal yang khas dari sarung Samarinda terletak pada proses pembuatan yang masih manual. Ciri khas lainnya adalah diameternya yang lebar, yaitu 80 sentimeter, dan panjangnya dua meter, dengan jahitan sambungan di bagian tengah yang dibuat manual menggunakan tangan.

Mengikat Peradaban Lampau

Irwan Said Rahim, tokoh masyarakat setempat, menceritakan kerajinan sarung tenun Samarinda pada mulanya dibawa oleh pendatang Suku Bugis dari Sulawesi. Mereka mendiami kawasan Tanah Rendah, yang sekarang dikenal sebagai Samarinda Seberang, sejak tahun 1668.

Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo membawa warga Sulawesi Selatan, termasuk Suku Bugis mencari tempat berlindung. Dengan potensi tanah yang subur dan dihuni oleh komunitas yang ramah, mereka pun lantas berlabuh di Samarinda. Di sanalah mereka mulai mengembangkan budaya menenun, yang kemudian dikenal sebagai tenun Samarinda.

Kategori :