Ia diundang kemana-mana untuk mempraktikkan langsung membuat batik tulis dan batik cap, salah satunya di acara #MelokalDenganBatik di Yogyakarta pada 5 Februari 2024 yang diadakan oleh sebuah platform toko digital.
Dalam acara tersebut, Nurohmad mempraktikkan cara melukis pada kain atau membuat batik tulis secara langsung. Saat itu, ia tidak membawa perlengkapan batik capnya, lantaran ia diminta untuk membuat batik tulis.
Inovasi alat cap batik dari kertas yang ia temukan pada tahun 2015 dan telah memenangkan kompetisi teknologi tepat guna tingkat Kabupaten Bantul pada tahun 2017 tersebut akan segera ia patenkan.
Mengenai gempuran batik impor, Nurohmad mengaku tidak takut sama sekali akan hal itu, lantaran ia punya ciri khas dalam setiap karyanya dan juga tidak hanya menjual barang, tetapi tontonan dan edukasi mengenai produksi batik.
Hanya saja, kata dia, filterisasi dari pemerintah tetaplah dibutuhkan untuk melindungi keberadaan pembatik lokal. Lebih jauh, jika pemerintah terbuka pada perdagangan batik yang sudah mendunia, maka persaingan tidak dapat dipungkiri.
Satu-satunya cara, selain filterisasi adalah memperkuat pebatik lokal, baik dari segi kekhasan pembatikan, izin usaha dan juga pemahaman pemasaran yang memadai. Dengan demikian, pebatik lokal dapat bersaing dalam perdagangan global.
Pria dua anak tersebut mengaku bahwa setiap hari ia berusaha menemukan pola-pola baru dan khas untuk batik capnya.
Dengan demikian, akan semakin banyak sampah yang akan ia manfaatkan, akan semakin banyak pikiran yang ia buka dengan "sampah" dan tentunya akan semakin menambah pundi-pundi penghidupan keluarganya.
Mengenai gempuran batik impor, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Daerah Istimewa Yogyakarta Srie Nurkyatsiwi mengaku batik impor tidak dapat dhilangkan begitu saja, karena telah memiliki pasarnya tersendiri.
Namun, hal tersebut telah diupayakan melalui upaya pemerintah setempat dengan melakukan "Cobranding Yogja Max" atau 100 persen Yogja. Bagaimanapun banyaknya batik yang diproduksi melalui metode printing, batik tulis tetap eksklusif dan khas.
Melalui upaya tersebut, batik tulis dipermudah mendapatkan sejumlah akses legalitas berupa sertifikat, sehingga mempermudah pemasaran. Ia juga meminta masyarakat agar tidak menyebut batik impor sebagai batik, karena pada dasarnya batik impor hanya tekstil bermotif batik.
Sementara itu, Asisten Setda Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat DI Yogyakarta Sugeng Purwanto mengatakan bahwa dalam pemberdayaan pebatik lokal, Pemprov DIY berperan sebagai fasilitator.
Fasilitator dalam hal ini berarti pendampingan, baik personal ataupun kelompok melalui pengembangan UMKM dan selalu membuka kemungkinan kolaborasi pihak swasta, seperti halnya yang dilakukan platform toko digital bagi pengusaha batik di Yogyakarta pada 5 Februari 2024.
Lebih lanjut, Sugeng juga menekankan pentingnya akses legalitas bagi UMKM batik, misalnya Nomor Induk Berusaha (NIB). Menurutnya, apapun produknya perizinan adalah kewajiban pengusaha dan seharusnya juga akan difasilitasi oleh pemerintah. (ant)