Total ada 119 unit cagar budaya di seluruh areal cagar budaya Ombilin, di mana sebanyak 68 unit di antaranya merupakan milik PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA) dan jadi objek pengelolaan BUMN batu bara tersebut.
Sejumlah gedung utama, di antaranya Hoofdkantoor Ombilinmijn Sawahloento yang kini menjadi gedung kantor utama PTBA Unit Pertambangan Ombilin (UPO); Woning 51 yang kini jadi Museum Tambang PTBA; Societiet Gluck Auf atau Gedung Pusat Kebudayaan; juga Keuken Ombilinmijnen atau dapur umum di zaman dahulu yang kini menjadi Museum Goedang Ransoem.
Ada pula Tunnel Soegar atau yang kini dijadikan sebagai Museum Lubang Tambang Mbah Soero serta Hotel KHAS Ombilin yang dahulu merupakan asrama tentara Belanda. Selain itu, juga ada Lubang Sawahluwung yang kini digunakan sebagai lokasi praktik kegiatan penambangan di bawah Balai Diklat Tambang Bawah Tanah (BDTBT) Kementerian ESDM.
Revitalisasi Aset BUMN
Sebagai pemilik dan pengelola sejumlah aset cagar budaya di Ombilin, PTBA mendukung penuh visi Sawahlunto sebagai destinasi wisata tambang yang berbudaya.
Pariwisata pasca tambang yang memamerkan teknologi awal dan sejarah pertambangan diharapkan bisa memberikan pengetahuan dan pengalaman betapa teknologi Hindia Belanda di abad 18 sudah sangat visioner dan maju.
Guna mendukung visi Sawahlunto sebagai kota wisata tambang, General Manager Unit Pertambangan Ombilin PT Bukit Asam (Persero) Tbk Yulfaizon menjelaskan perseroan akan merevitalisasi gedung kantor utamanya menjadi hotel heritage berskala bintang empat. Pada 1916-1942 silam, gedung kantor utama PTBA itu merupakan kantor perusahaan penambangan batu bara Ombilin.
“Nantinya akan ada 11 kamar kelas presidential suite di gedung utama ini dan 33 kamar di gedung belakang gedung utama. Gedung belakang adalah gedung perencanaan yang dibangun tahun 1980-an dan bukan bangunan heritage sehingga bisa kami renovasi menjadi kamar-kamar,” katanya.
Tidak hanya gedung kantor utama dan gedung perencanaan, upaya revitalisasi juga meliputi tiga bangunan lainnya, yaitu Wisma 14, Wisma 15, dan Wisma 16 yang berlokasi di kompleks KHAS Hotel, serta Gedung Pusat Kebudayaan (Societiet) yang sempat terbakar pada 2022.
Upaya revitalisasi aset merupakan langkah strategis yang dilakukan perusahaan itu untuk turut melestarikan dan memberdayakan potensi yang dimiliki demi mendukung visi Sawahlunto menjadi destinasi pariwisata unggulan.
Karena visi misi Sawahlunto menjadi kota wisata tambang berbudaya, maka dalam mendukung tujuan itulah pihaknya memberi dukungan, salah satunya pengadaan penginapan. Walaupun kini banyak homestay, hotel berskala besar belum ada.
PTBA UPO sendiri telah mengantongi semua izin, termasuk kajian Heritage Impact Assesment (HIA) hingga uji kuat bangunan, untuk melakukan revitalisasi aset di kawasan cagar budaya UNESCO. Begitu pula kajian dari Kemendikbudristek soal ketentuan khusus terkait revitalisasi warisan budaya tersebut.
Targetnya, semua revitalisasi bisa rampung pada akhir tahun 2024.
Meski pada masa itu ada kepedihan di balik penjajahan, Hindia Belanda telah melakukan alih teknologi dan pengetahuan ke Indonesia. Belanda tidak hanya mewariskan tambang dan gedung-gedung, tetapi juga kebudayaan dan sistem pengembangan kota yang terintegrasi sesuai dengan potensi kekayaan alam yang ada.
Melihat Sawahlunto ibarat melihat “Belanda kecil” yang telah ditata sedemikian rupa oleh para kompeni agar jadi pusat ekonomi yang nyaman ditinggali.
Di balik penjajahan yang menyisakan sisi kelam, menakjubkan rasanya membayangkan lebih dari 130 tahun lalu Belanda sudah terpikir untuk membangun tambang bawah tanah dan segala pendukungnya, menyiapkan fasilitas pendukung masyarakat mulai dari permukiman, gedung pertunjukan, rumah sakit, dapur umum dan tempat jagal, pembangkit listrik tenaga uap, hingga rumah ibadah. (ant)