Termasuk juga yang ramai dijalan membawa gerobak, karena sebut Yunita pada dasarnya yang namanya pemulung bisa dikatakan sebagai pekerjaan.
"Kalau bekerja berarti dia harus mobile ya, tetapi kalau berdiam di dalam bahu jalan berarti dia bukan pemulung. Kalau seperti itu berarti diangkut saja barangnya, untuk efek jera," jelasnya.
Yunita mengaku, pihaknya melihat hal ini ada fabrikasi terhadap kemiskinan, itu bisa dilihat dari maraknya peristiwa tersebut.
"Saya pernah kemarin, sekira setengah delapan lewat di Masjid Agung itu, ada orang baru diturunkan, mereka duduk-duduk di pinggiran Masjid. Jadi sepertinya kita melihat ada indikasi fabrikasi dimana di situ ada penghasilan yang dilakukan oleh oknum, dan ini yang memang kita harus tangkap," tuturnya.
Selain itu juga ada fabrikasi terhadap anak-anak, semakin banyak mereka mengemis, mereka itu bisa disebut sebagai anak terlantar.
"Masalah ini terus ada, tetapi inilah tugas kita lakukan penjangkauan sampai mereka kembali lagi jangkau lagi mereka kembali jangkau lagi," ujarnnya.
Yunita mengaku, dalam kasus manusia gerobak tersebut, ternyata bukanlah warga Jambi, namun merupakan orang dari Sumatera Selatan.
"Gerobak itu kita coba lihat bahwa ternyata bukan orang Jambi, orang dari daerah di Sumatera Selatan. Kalau pengemis sebagian ada yang warga lokal," katanya. (*)