Bagarakan Pengantin Sahur, Tradisi Unik Ramadhan di Inhil

Minggu 07 Apr 2024 - 13:53 WIB
Editor : M. Rosikin

Pemkab juga menyambut baik kegiatan Bagarakan Pengantin Sahur karena kegiatan tersebut memiliki nilai budaya yang kuat, tidak hanya sebagai hiburan, namun juga menjadi atmosfer ajang silaturahim dan menambah keakraban, terutama di bulan Ramadhan.

Pemkab akan terus memberi dukungan pelaksanaan Bagarakan Pengantin Sahur hingga menjadi ajang rutin tahunan di tingkat nasional.

Jika hari ini masih menjadi budaya lokal, selanjutnya akan diupayakan menjadi ajang tahunan provinsi, hingga nasional, karena tradisi ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat.

Beberapa waktu belakangan terdapat perubahan dalam pelaksanaan Bagarakan Pengantin Sahur di Desa Pulau Palas, salah satunya adalah pemeran pengantin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Berbeda dari Bagarakan Pengantin Sahur yang terlebih dulu digelar di Desa Sungai Luar, Kecamatan Batang Tuaka, yang awalnya sepasang pengantin diperankan oleh sesama laki-laki namun satu di antaranya dirias layaknya mempelai wanita.

Meski terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya, hal ini dinilai tidak mengubah makna filosofi kegiatan pengantin sahur sebagai bentuk hiburan untuk masyarakat.

Bagarakan Pengantin Sahur umumnya digelar mulai pukul 01.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB menjelang santap sahur. Dalam kurun waktu tersebut, pasangan pengantin dibawa keliling kampung sebagai hiburan warga yang baru bangun dari lelapnya tidur atau sedang menyiapkan menu sahur.

Beragam Suku

Di Kabupaten Indragiri Hilir yang berpenduduk sekitar 710.000 jiwa ini terdiri dari berbagai suku bangsa, sehingga memunculkan kolaborasi adat dan budaya beragam.

Populasi suku yang cukup besar adalah di kabupaten ini, antara lain Melayu, Bugis/Makassar, dan Banjar. Suku Melayu merupakan penduduk yang telah lama bermukim di daerah itu mengingat Provinsi Riau merupakan pusatnya Suku Melayu.

Seiring berjalannya waktu, komunitas tersebut berasimilasi dengan suku lainnya yang datang kemudian. Kedatangan orang Bugis dari Sulawesi Selatan dan Banjar dari Kalimantan berhasil menjalin kerja sama dengan Melayu untuk membuka perkebunan-perkebunan kelapa di pesisir pantai. Mereka juga mengolah ladang-ladang luas di wilayah yang sebelumnya hutan dan rawa.

Suku-suku lainnya, seperti Minang, Jawa, Tapanuli, dan lainnya datang belakangan sebagai pedagang, buruh dan pegawai pemerintahan yang pada umumnya tinggal di kawasan perkotaan dan sentra perekonomian, seperti pasar. 

Semua suku bangsa yang hidup di Indragiri Hilir ini hidup rukun berdampingan dengan budaya dan tradisinya masing-masing. Budaya mereka saling terjaga dan perlahan-lahan mulai berbaur hingga menjadi pendukung budaya nasional.

Sebagai salah satu contoh, muncullah tradisi Bagarakan Pengantin Sahur yang awalnya dipopulerkan oleh warga pendatang Suku Banjar yang menetap di Desa Pulau Palas.

Tradisi tersebut kini mulai meluas dan menjadi milik warga Indragiri Hilir karena telah dilakukan secara rutin serta terus mengalami perkembangan dan kian diminati masyarakat.

Pemkab Indragiri Hilir sendiri terus memperjuangkan tradisi itu agar diakui secara nasional hingga akhirnya mendatangkan beragam efek positif di masyarakat serta menambah khasanah budaya Nusantara. (ant)

Kategori :