JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menekankan pentingnya memastikan bahwa buku sastra yang direkomendasikan untuk dimasukkan ke dalam kurikulum tidak mengandung unsur SARA, kekerasan fisik/psikis, pornografi, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi.
Aris Adi Leksono, Anggota KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama, menegaskan hal tersebut sebagai respons terhadap perdebatan publik mengenai kemungkinan adanya karya sastra yang mengandung kekerasan dan dianggap tidak sesuai untuk anak-anak yang direkomendasikan untuk dimasukkan ke dalam kurikulum.
"Buku sastra yang direkomendasi masuk kurikulum tidak boleh bermuatan SARA, kekerasan fisik/psikis, pornografi, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi," kata Anggota KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama Aris Adi Leksono, dalam keterangan, di Jakarta
Dalam proses seleksi dan perbaikan buku panduan pengguna, Aris menyarankan agar memperhatikan prinsip-prinsip dasar perlindungan anak, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup dan perkembangan anak, serta menghargai pendapat anak.
Aris juga menekankan pentingnya melibatkan berbagai pihak seperti psikolog anak, ahli agama, pemerhati anak, pakar pendidikan, ahli sastra, guru, dan forum anak dalam proses seleksi dan perbaikan buku sastra.
KPAI menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan informasi yang bermanfaat dan dipahami oleh mereka, serta harus dilindungi dari konten yang mengandung kekerasan, intoleransi, atau diskriminasi di satuan pendidikan.
"Selain itu anak juga wajib mendapatkan perlindungan pada satuan pendidikan, salah satunya dalam bentuk mendapatkan sumber belajar yang ramah; tidak mengandung unsur kekerasan fisik, psikis, seksual, intoleransi, serta diskriminasi." katanya
Menurut Aris, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, telah diatur bahwa buku sastra yang direkomendasikan harus memenuhi syarat tertentu, termasuk tidak bertentangan dengan Pancasila, tidak diskriminatif, dan tidak mengandung unsur kekerasan atau pornografi.
Rekomendasi buku sastra yang dimasukkan ke dalam kurikulum, menurut Aris, harus mengikuti prinsip-prinsip dasar perlindungan anak, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup dan perkembangan anak, serta menghargai pendapat anak. (*)