Tapi tidak banyak pilihan. Terutama kalau yang dihadapi Khofifah-Emil. Kalau dipaksakan rasanya hanya akan buang banyak uang.
Pun di Jateng. Partai-partai non PDI-Perjuangan sudah gabung ke satu pasangan. Kuat sekali. Siapa? Masyarakat di Jateng sudah tahu: ia mantan Kapolresta Surakarta. Pernah juga menjabat Wakapolda Jateng. Dan sekarang ia masih menjabat Kapolda provinsi itu.
Baru menyebut mantan Kapolresta Surakarta saja sudah bisa ditebak siapa di balik calon gubernur itu.
Ia kini bintang dua polisi. Begitu panjang masa tugasnya di Jateng. Saat jadi Kapolresta Surakarta, Jokowi sudah menjadi Presiden Indonesia. Saat menjabat Wakapolda dan kini Kapolda presidennya masih sama.
Anda pun sudah tahu nama calon gubernur Jateng di luar PDI-Perjuangan itu: Ahmad Lutfi. Ia jenderal polisi bintang dua yang bukan lulusan Akpol. Ia jadi sarjana dulu baru masuk polisi. Lewat Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS).
Ahmad Lutfi, Arek Suroboyo, juga punya adik seorang jenderal. Bintang satu. Angkatan Darat. Sekarang menjabat Danrem di daerah kunci juga: Korem Pamungkas --yang membawahi Yogyakarta dan Magelang. Namanya: Zainul Bahar.
Kalau pun di Jateng PDI-Perjuangan akan maju dengan calon kader internalnya, maka pilihannya tinggal dua: Wali Kota Semarang saat ini atau Ketua DPRD Jateng yang sekarang.
Tidak terlalu seru.
Maka apa yang terjadi di Pemilu dan Pilpres yang lalu bisa terulang kembali: kandang banteng akan kembali porak-poranda.
Atau justru akan sebaliknya? Misalnya: semua banteng di Jateng merasa terluka lalu mengamuk habis-habisan?
Di Jabar sudah pasti PDI-Perjuangan tidak bisa banyak bicara. Pun di DKI-Jakarta.
Maka di Pilkada nanti bisa terjadi tsunami politik yang kedua bagi PDI-Perjuangan.
Mungkin situasi seperti itu yang membuat Megawati membakar semangat kader-kadernyi dengan orasinyi yang lantang bulan lalu.
Tapi kenyataan di lapangan tidak cukup diatasi dengan orasi.(Dahlan Iskan)