Dengan demikian, kepastian hukum pencalonan pilkada bisa lebih terjamin dan dapat menjadi pedoman semua pihak sebagai prosedur yang harus diikuti dalam mengukur keberlakuan syarat usia calon pada pilkada.
Jika KPU menganggap syarat usia sebagaimana putusan MA hanya berlaku ketika pendaftaran paslon pada tanggal 27—29 Agustus 2024, artinya KPU telah berlaku diskriminatif dan seolah hanya mengakomodasi calon dari jalur partai politik semata.
Ditegaskan pula bahwa pencalonan pilkada itu proses panjang, bukan hanya dimulai saat pendaftaran calon. Hal ini berbeda dengan pilpres, pencalonan pilkada mengenal calon perseorangan yang prosesnya sudah mulai dengan penyerahan syarat dukungan bakal pasangan calon perseorangan sejak 5 Mei 2024.
Penyerahan syarat dukungan tersebut ketika syarat usia calon masih merujuk pada usia saat penetapan paslon oleh KPU. Mereka yang mempersiapkan berkas dukungan tentu mengukur keterpenuhan syarat usia sesuai dengan ketentuan PKPU Nomor 9 Tahun 2020, yaitu ketika penetapan sebagai paslon oleh KPU.
Saat ini bakal pasangan calon perseorangan sudah sampai pada tahapan verifikasi administrasi oleh KPU daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
Oleh karena itu, putusan MK menjadi strategis untuk meluruskan persoalan ini. Mahkamah Konstitusi dalam sejumlah putusan konsisten menegaskan bahwa persoalan usia adalah kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
Misalnya dalam Putusan MK No.141/PUU-XXI/2023 dan Putusan No.15/PUU-V/2007. Dengan demikian, pada tataran teknis, operasionalisasinya menjadi kewenangan dari KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Pakar kepemiluan Titi Anggraini mewanti-wanti Hakim Konstitusi Anwar Usman, yang juga paman Kaesang, agar tidak terlibat dalam memutus perkara pengujian syarat usia calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Perkara ini meski diajukan bukan oleh Kaesang Pangerep, materi perkaranya bisa berdampak pada pencalonan pria kelahiran 25 Desember 1994 ini pada Pilkada 2024.
Sesuai dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebelumnya dan Kode Etik Hakim terkait dengan benturan kepentingan, Anwar Usman semestinya tidak terlibat dalam memutus perkara pengujian syarat usia tersebut.
Kejelasan perkara ini sangat dibutuhkan untuk kepastian hukum pencalonan Pilkada 2024. Apalagi, selama ini MK sudah terbiasa memutus cepat apabila substansi perkaranya sudah jelas dan aspek konstitusionalitasnya juga pasti. (ant)