JAKARTA-Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan sebanyak 104.870 Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) telah dibentuk di berbagai satuan pendidikan di Indonesia hingga 7 November 2023.
“Untuk mengatasi isu perundungan maka kami mendorong pembentukan TPPK di satuan pendidikan,” kata Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang dalam keterangan di Jakarta.
Secara rinci, sebanyak 104.870 TPPK tersebut meliputi 31.801 TPPK pada jenjang PAUD, 46.203 TPPK untuk jenjang SD, 14.431 TPPK untuk jenjang SMP, 6.284 untuk jenjang SMA, 4.626 TPPK untuk jenjang SMK, 541 TPPK untuk jenjang SLB, dan 984 untuk jenjang pendidikan kesetaraan.
Chatarina menjelaskan mekanisme yang berlaku di Kemendikbudristek dalam menangani kekerasan dan pemulihan bagi korban oleh TPPK atau Satuan Tugas (Satgas) merujuk pada Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) khususnya pasal 39-69.
Pertama, laporan dapat disampaikan melalui surat tertulis, telepon, pesan singkat elektronik, dan bentuk pelaporan lain yang memudahkan pelapor yang nantinya setelah laporan diterima maka akan ditangani oleh TPPK atau Satuan Tugas.
TPPK atau Satgas akan memastikan pemulihan melalui alur pemeriksaan mulai dari pemanggilan hingga pengumpulan bukti dan keterangan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, serta tindak lanjut laporan dan rekomendasi dari pihak yang berwenang.
Adapun untuk penyusunan kesimpulan dan rekomendasi meliputi sanksi administratif kepada pelaku, pemulihan korban, dan tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan.
Tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi diserahkan oleh TPPK atau Satgas kepada pejabat yang berwenang untuk menerbitkan keputusan.
Pemberian sanksi administratif yang diberikan dari peraturan ini tidak mengenyampingkan peraturan lain sedangkan terkait pemulihan perlu dilakukan sejak laporan diterima dan layanan pemulihan difasilitasi oleh pemerintah daerah (pemda).
Chatarina menuturkan sepanjang 2021-2023 pihaknya telah menangani 50 kasus kekerasan seksual yaitu pada jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 22 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 28 kasus.
Kemudian, untuk kasus penanganan perundungan terdapat 52 kasus yang terbagi atas jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 32 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 20 kasus.
Selanjutnya, untuk penanganan intoleransi sebanyak 25 kasus yang terbagi atas jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 14 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 11 kasus. (ant)