Berarti Pak Tanri mengurus lembaga pendidikan sampai di akhir hayatnya. Pendidikan adalah panggilan jiwanya. Ia terinspirasi dari guru-gurunya yang hebat di SMK di Makassar. Saking kagumnya pada para guru itu sampai Pak Tanri punya cita-cita jadi guru.
Pak Tanri sebenarnya lahir di Selayar, sebuah pulau miskin di selatan Sulawesi. Untuk ke kota Makassar diperlukan naik kapal satu malam penuh.
Usia 12 tahun Tanri kecil pindah ke Makassar. Ikut keluarga. Itu karena ayahnya meninggal dunia.
Di sekolah menengah kejuruan itulah Tanri mendapat kesempatan ikut pertukaran pelajar ke Amerika. Waktu itu Tanri aktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) --sering disebut sebagai "adik"-nya HMI.
Di Amerika itulah jalan pikiran Tanri berubah. Tidak ingin lagi jadi guru. Ia ingin jadi profesional. Itu sesuai dengan nasehat orang tua angkatnya di Amerika.
"Dengan menjadi profesional kamu bisa punya uang. Setelah kaya baru terjun ke dunia pendidikan. Hasilnya lebih banyak." Begitu kurang lebih nasehat sang ortu angkat.
Pulang dari Amerika Pak Tanri kuliah di Universitas Hasanuddin. Hanya lima semester. Ia mendapat beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas di Buffalo, tidak jauh dari air terjun terbesar di dunia: Niagara.
Dengan gelar MBA Pak Tanri direkrut oleh perusahaan Amerika di Indonesia: Union Carbide. Itu perusahaan kimia berskala global. Karirnya terus menanjak di situ.
Di dunia profesional itu Pak Tanri membuat sejarah: ia-lah orang pertama yang mendapat gelar 'Manajer Rp 1 miliar'. Baru di sosok Pak Tanri ada seorang manajer bergaji Rp 1 miliar setahun. Saat itu nilai Rp 1 miliar serasa seperti Rp 100 miliar hari ini.
Banyak yang menyangka itu karena gelar Pak Tanri bukan Drs, SH atau Ir. Gelar Pak Tanri adalah MBA. Agak langka saat itu. Maka gelar MBA terasa menjadi seperti di atas S-1. Anak muda pun seperti berlomba mengejar gelar MBA. Pun bagi yang sudah bergelar S-1. Kini Anda merasakan gelar MBA tidak lagi punya keistimewaan seperti di zaman Pak Tanri.
Yang menghebohkan adalah ketika Pak Tanri menerima tawaran menjadi CEO perusahaan bir: Bir Bintang. Padahal latar belakang pribadinya sangat Islam: aktifis PII dan kemudian juga HMI.
Yang jelas Pak Tanri kemudian identik dengan manajer profesional yang hebat. Ilmu manajemen seperti tiba-tiba menjadi sangat penting. Para insinyur ITB dan IPB pun mengejar karir di manajerial.
Pun sampai Presiden Suharto: mengagumi Pak Tanri. Pak Harto memanggilnya. Diajak diskusi mengenai pengelolaan perusahaan negara.
Saat itulah Pak Tanri mengajukan ide pembentukan kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu Pak Tanri menjadi menteri BUMN yang pertama.
Sebelum itu perusahaan negara berada di bawah kementerian teknis masing-masing. Perbankan di bawah menteri keuangan. Industri di bawah menteri perindustrian. Sebangsa Panca Niaga di bawah menteri perdagangan. PLN di bawah menteri PU. Dan seterusnya.
Sejak zaman Pak Tanri itulah kekuasaan para menteri atas perusahaan negara dicabut. Semua dialihkan ke kementerian BUMN.